Seperti dilansir dari Swa.co.id via Surya.co.id, jatuh-bangun membangun usaha telah dialami Basuki Surodjo.
Crazy Rich Jember itu pernah berbisnis warung internet (warnet) pada 2001, lalu pijat refleksi, kemudian penyewaan biliar, tetapi semuanya rontok. Dewi Fortuna belum berpihak kepadanya.
Barulah ketika pada akhir 2007 mendapat tawaran dari teman dekatnya mengikuti tender alat tulis kantor (ATK) senilai Rp 20 juta di Kementerian Komunikasi dan Informatika, secercah harapan muncul.
"Meskipun awalnya saya menolak karena saya belum terbiasa bermain dengan pemerintah, rupanya justru peruntungan saya ada di sini," kata Basuki yang mula-mula mengambil barang ke Pasar Asemka, Jakarta.
Dari proyek tender ATK, perlahan-lahan Basuki mulai mengerti cara berbisnis dengan pemerintah. Bahkan, ia pun banyak mencari info tender dari koran. Setelah itu, ia juga mendapat tender dari Bappenas senilai Rp 280 juta.
"Saat itu, pemain yang ranking satu dan keduanya gugur. Jadinya, dapatlah tendernya ke saya. Waktu itu e-commerce belum tren. Sejak saat itu, saya sering menang tender," katanya.
Saat itu pun, untuk membeli ATK, Basuki tidak lagi ke Pasar Asemka, tetapi sudah mulai menggandeng para prinsipal seperti Eracom hingga terus berkembang dan akhirnya pada November 2009, ia telah menjadi mitra HP untuk menjual tinta dan toner.
"Mulailah image saya terbangun di mata pemerintah bahwa saya pemain top," ungkapnya sambil tersenyum.
Sejatinya, sebelum mengibarkan bendera Airmas sebagai payung bisnisnya, Basuki saat itu menggunakan nama Garda.
"Jadi, bisnis ATK ini dirintis sejak 2007, tapi saya menghitung aktifnya sejak Februari 2008 karena itu pertama kali dapat kerjaan/tender. Awalnya namanya Garda, terus berubah menjadi Airmas," ungkap Founder & CEO Grup Airmas ini menceritakan.