Kedekatan mereka sudah tercetak dalam kerjasama tahun 2010 yang menekankan kemitraan "untuk mempromosikan pilihan gaya hidup bebas termasuk aktivitas fisik, olahraga untuk semua, Olimpiade bebas tembakau dan pencegahan obesitas anak kecil."
Fokus mereka adalah penyakit nonkomunal seperti jantung atau penyempitan pembuluh darah, kanker dan diabetes.
Memorandum ini hangus sebelum Olimpiade Rio 2016, tapi WHO berkomitmen untuk melaksanakan penilaian berhati-hati dan menyeluruh mengenai risiko kesehatan berkaitan dengan acara itu.
WHO berkomitmen melindungi kondisi fisik warga Brasil dan sisa pengunjungnya.
Perlu diingat, tahun 2016 virus Zika tidak menjadi sumber pandemi baru, sesuatu yang sangat berbeda dengan virus Corona sejak 2020 kemarin.
Tentu saja taruhannya lebih banyak baik untuk IOC, WHO, dan warga Jepang.
Meskipun Covid-19 telah menuntun Komite Penyelenggara Tokyo untuk melarang sebagian besar penonton ada di stadion, acara tetap berlanjut meskipun tidak diminati warga dan tingkat vaksinasi yang rendah.
Survei terbaru tunjukkan bahwa 83% warga Jepang tidak ingin Olimpiade dilaksanakan, takut dengan ledakan kasus Covid-19.
Fakta bahwa IOC tetap ngeyel untuk meraup keuntungan sementara Tokyo bahkan kesulitan mengatasi status darurat, tidak mampu menghasilkan pendapatan tiket untuk mengimbangi sebagian investasinya di Olimpiade semakin menimbulkan tuduhan jika Olimpiade bertindak dalam kepentingan uang, bukan kesehatan.
Serta, kesejahteraan rakyat Jepang dikorbankan untuk kapitalisme.