GridHot.ID -Sampai sekarang, Korea Selatan dan Korea Utara secara teknis masih berperang.
Karena, perang antara Korea Selatan dan Korea Utara yang berlangsung sampai 1953 itu berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
Melansir Kompas.com, harapan untuk berdamai hingga kini belum menemui titik terang.
Hubungan antar-dua negara bertetangga itu kembali memanas belakangan ini.
Melansir Kontan.co.id, media pemerintah KCNA melaporkan, saudara perempuan Kim Jong Un, Kim Yo Jong, mengatakan pada Minggu bahwa jika Korea Selatan melakukan latihan militer gabungan yang direncanakan dengan Amerika Serikat, hal itu akan merusak tekad kedua Korea untuk bersatu serta membangun kembali hubungan keduanya.
Reuters memberitakan, Kim Yo Jong juga mengatakan keputusan baru-baru ini untuk memulihkan hotline antara kedua Korea tidak boleh dilihat sebagai sesuatu yang lebih dari menghubungkan kembali hubungan "fisik".
Dia juga menegaskan, sangat "tidak bijaksana" untuk mengasumsikan bahwa KTT kedua Korea sudah semakin dekat.
Pernyataannya itu dirilis pada saat Korea Utara dan Selatan sedang dalam pembicaraan untuk mengadakan pertemuan puncak sebagai bagian dari upaya untuk memulihkan hubungan.
Di sisi lain, Washington dan Seoul akan mengadakan latihan militer bersama pada akhir Agustus.
"Pemerintah dan militer kami akan terus mengawasi apakah Korea Selatan melanjutkan latihan perang yang agresif, atau membuat keputusan besar. Harapan atau keputusasaan? Itu bukan terserah kami," kata Kim Yo Jong dalam sebuah pernyataan yang dilansir KCNA.
Kedua Korea, secara teknis masih berperang setelah konflik 1950-53 mereka berakhir dengan gencatan senjata.
Pada hari Selasa lalu, kedua Korea menghubungkan kembali hotline Korea Utara yang terputus pada Juni 2020.
Melansir Reuters, menurut sumber tersebut dengan syarat anonim karena sensitivitas diplomatik, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un telah mencari cara untuk meningkatkan hubungan yang tegang dengan bertukar beberapa surat sejak April.
Diskusi tersebut menandakan peningkatan hubungan yang memburuk pada tahun lalu setelah pertemuan puncak tiga pemimpin pada 2018 menjanjikan perdamaian dan rekonsiliasi.
Pembicaraan antar-Korea memiliki potensi untuk membantu memulai kembali negosiasi yang macet antara Pyongyang dan Washington yang bertujuan untuk membubarkan program nuklir dan rudal Korea Utara dengan imbalan keringanan sanksi.
Meski demikian, beberapa analis tetap berhati-hati tentang prospek ini.
(*)