Namun, sebelum operasi militer dilancarkan, Indonesia melakukan operasi intelijen terlebih dahulu.
Dalam operasi itu, Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) mendirikan semacam markas, di Motaain, Belu NTT, untuk membentuk jaringan kelompok Pro-Indonesia di Timor Timur.
Petinggi Bakin mengendalikan operasi intelijen di Motaain, adalah G-1/Intelijen Hankam, Mayjen Benny Moerdani.
Mayjen Benny Moerdani memerintahkan personel intelijennya untuk menyusup.
Mereka para personel Kopassus yang tergabung dalam tim kecil bernama tim Nanggala.
Tim tersebut, berada di bawah organisasi military order, pasukan Sandiyudha (Kopassandha).
Namun, saat itu operasi Sandiyudha, dalam tim kecil ini diberi nama Sandi Nanggala, dan menggunakan senjata AK-47.
Dalam berbagai pertempuran, selain AK-47 Nanggala mengunakan RL atau Rocket Launcher.
Sepanjang aksinya, karena mengenakan kaos oblong dan celana jeans, kelompok ini juga dijuluki The Blue Jeans Souldier, karena sama sekali tidak seperti tentara Indonesia.