Banyak kenangan manis melekat di benak Ario dan adik-adiknya. "Beliau selalu ingin me'nyenangkan kami bertiga anak-anaknya. Apalagi sejak kepergian Mama. Perhatian Ayah pada kami makin bertambah," ujar Ario yang mendapat amanat dari ayahnya untuk mengawasi kedua adiknya.
Ditambahkan Ario, sosok ayahnya yang terkenal sebagai pelawak, juga terbawa sampai ke rumah. "Di rumah juga dia suka melawak. Ada saja sikap Ayah yang membuat kami tertawa riang. Namun ada kalanya dia serius. Misalnya memberi wejangan yang baik bagi kami. Atau saat dia menggarap sesuatu di rumah."
Selain meninggalkan kenangan manis, Dono juga mempunyai keinginan yang belum terkabul. "Semula Ayah sangat optimis penyakitnya bisa hilang. Katanya, kalau sudah sembuh akan umroh bersama tante-tante saya. Rencananya Februari tahun 2002. Ternyata Tuhan berkehendak lain," lanjut Ario dengan mata masih memerah.
Baca Juga: 'Gue Jijik', Pertama Kali Rasakan Kerokan Saat di Penjara, Jennifer Jill Langsung Kapok
Bayar Pakai Perangko
Niat melakukan umroh ke Tanah Suci juga sudah disampaikan Dono kepada Rani, salah satu adiknya. "Saya setuju saja. Cuma saya ingin Mas Dono meinulihkan kesehatannya dulu," ujar dosen UI dan ibu satu anak ini.
Menurut Rani, masih segudang niat yang diutarakan Dono kepadanya. Antara lain, Dono ingin mendirikan semacam padepokan keluarga. "Dia bilang, enak ya kalau semua bisa ngumpul. Enggak kayak sekarang yang terpencar-pencar. Mau ketemu saja susah," ujar Rani menirukan Dono.
Selain seribu keinginan tadi, lanjut Rani, tercetus pula kegelisahan dan kekhawatiran Dono. Yaitu tentang nasib Ario, Damar, dan Satrio. "Dia bilang, gimana ya, kalau saya pergi. Anak-anak masih pada sekolah," ujar Rani menirukan Dono.
Saat itu Rani minta agar Dono mengiklaskan ketiga anaknya. "Saya bilang, Sudahlah, Mas. Dchlaskan saja. Toh, semua persoalan pasti ada jalan keluarnya. Enggak usah dipikir. Kami adik-adikmu masih mampu untuk merawat mereka," ujar Rani sambil menyatakan rasa syukur karena Dono tidak sampai menderita terlalu lama.
Bakat Dono di bidang seni lawak, menurut Rani sudah terlihat sejak masih kecil. "Mungkin turunan. Ibu kami dulu juga tukang canda, sangat humoris. Kalau ketemu di rumah itu isinya guyon melulu. Jarang sekali kami berantem. Sampai tetangga sering ngbi melihat kekompakan kami."
Sebagai anak lelaki satu-satunya, lanjut Rani, Dono tumbuh menjadi pria yang menjadi panutan dalam keluarga mereka. "Namun kalau ingat masa kecil, wah dia itu nakal karena banyak di luar rumah. Sehingga sering dimarahi bapak kami."