Sebagian besar negara yang termasuk dalam kesepakatan itu berada di Afrika dan Asia, mencakup sekitar 53 persen populasi dunia.
“Pfizer tetap berkomitmen untuk menghadirkan terobosan ilmiah untuk membantu mengakhiri pandemi ini bagi semua orang,” Albert Bourla, kepala eksekutif Pfizer, mengatakan pada Selasa (16/11/2021) melansir Al Jazeera.
“Kami percaya perawatan antivirus oral dapat memainkan peran penting dalam mengurangi keparahan infeksi Covid-19, mengurangi beban pada sistem perawatan kesehatan dan menyelamatkan nyawa,” tambahnya.
Pada hari yang sama Pfizer meminta regulator di Amerika Serikat (AS) untuk memberikan otorisasi penggunaan darurat pilnya.
Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 17 November 2021, Ini yang Terjadi Saat Aldebaran Tunda Ambil Barang dari Vera
Perusahaan itu mengatakan uji coba tahap akhir menunjukkan pil itu mengurangi kemungkinan rawat inap atau kematian bagi orang dewasa yang berisiko penyakit parah hingga 89 persen.
Uji coba mengevaluasi data dari 1.219 kasus positif di seluruh Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Afrika, dan Asia.
Obat tersebut terbukti paling efektif jika diminum pada tahap awal infeksi, dan diberikan dalam kombinasi dengan antivirus lainnya.
Bourla mengatakan kepada kantor berita Reuters pada awal November bahwa untuk negara-negara berpenghasilan rendah, Pfizer sedang mempertimbangkan beberapa opsi penetapan harga.
Maksudnya agar "tidak ada penghalang bagi mereka untuk juga memiliki akses".
Badan amal medis Doctors Without Borders (Medecins Sans Frontieres, atau MSF) mengatakan "berkecil hati" dengan kesepakatan itu.
Mereka mencatat bahwa sejumlah negara termasuk Brasil, Argentina, China, dan Thailand dikeluarkan dari perjanjian tersebut.
Source | : | Kompas.com,tribunnews |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar