Menurutnya, hal tersebut adalah agenda berkelanjutan yang harus dijalankan oleh siapapun Panglima TNI, tahun demi tahun.
"Mengapa? Karena kekuatan pertahanan itu sifatnya dinamis dan harus responsif terhadap setiap potensi ancaman, hambatan, tantangan dan gangguan baik dari luar maupun dari dalam," kata dia.
Dalam hal ini, lanjut Fahmi, semua upaya itu harus selalu selaras dan merupakan implementasi dari visi-misi presiden, kebijakan-kebijakan pemerintah di sektor pertahanan, rencana strategis yang mengacu pada pencapaian kekuatan pokok minimum maupun rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) yang dirumuskan oleh Kementerian Pertahanan.
Untuk itu, kata dia, Andika bisa memulai dari poin pertama, yaitu memperkuat pelaksanaan implementasi tugas-tugas kemiliteran dan pertahanan dengan didasarkan pada peraturan perundang-undangan berlaku.
Upaya peningkatan kesadaran hukum prajurit, pemutakhiran peraturan dan petunjuk di lingkungan TNI maupun peningkatan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan tugas TNI, kata dia, merupakan hal-hal yang paling dinantikan wujud gebrakannya oleh publik.
"Karena ini erat kaitannya dengan kritik publik terhadap TNI dalam soal kekerasan, pelanggaran hukum dan HAM oleh prajurit. Terkait juga dengan sorotan publik atas banyaknya kegiatan yang tidak relevan dengan tugas pokok TNI dan tidak didukung oleh peraturan perundang-undangan yang memadai (semisal hanya dengan MoU lalu diklaim sebagai OMSP)," kata dia.
Selain itu, kata dia, salah satu hal yang ingin dilihat juga adalah komitmen Panglima baru terhadap perubahan prosedur pemeriksaan kesehatan di lingkungan TNI (uji keperawanan).
"Khusus yang terakhir, Andika hanya perlu melakukan pemutakhiran peraturan dan petunjuk yang terkait, maka publik akan menyambut antusias," kata dia.(*)