Gridhot.ID - KPK memang sedang aktif menangkap para pejabat yang diduga melakukan tindakan korupsi di tahun 2021 ini.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, salah satu yang sedang panas akhir-akhir ini adalah kasus suap pajak yang sedang diselidiki KPK secara mendalam.
Melihat aksi KPK akhir-akhir ini, tentu saja banyak penjabat yang mengapresiasi kinerja mereka.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Mahfud MD mengungkapkan, bahwa di tahun 2020 saja, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menyetor Rp 120,3 miliar ke kas negara untuk pendapatan negara bukan pajak.
Dikutip Gridhot dari Kontan, Ia juga mengatakan bahwa KPK berhasil menyelamatkan atau mencegah potensi kerugian negara sebesar Rp 592,4 triliun.
“Misalnya begini, ada proyek ini kok tinggi sekali itu nilainya kamu tulis 20 miliar padahal menurut hitungan saya 8 miliar, ini bisa turun. Ini bentuk pencegahan,” katanya dalam diskusi panel KPK yang bertajuk Mewujudkan sinergi antar-aparat penegak hukum dan instansi terkait, Senin (6/12).
Menurutnya, tindakan pencegahan ini sebelumnya tidak dihitung terlebih dahulu atau tidak terprogram dengan baik, sehingga hitungan potensi kerugian negara tidak tercatat jelas.
Mahfud juga mengungkapkan bahwa saat ini laporan gratifikasi mencapai Rp 24,4 miliar dan ada 109 penindakan yang meliputi swasta, politikus, BUMN, Bupati DPR, DPRD, Gubernur, bahkan menteri.
“Artinya ini pada segi hukum, orang tidak bisa lari, tapi supaya kita tahu di sini banyak masih orang yang bisa lari kita tidak bisa menangkapnya karena pintar menghindar, atau karena main dengan aparat, main dengan ini, main dengan itu, itu masih banyak. Nah di sinilah budaya anti korupsi kita buka atau kita kembangkan,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Mahfud juga mengungkapkan bahwa dari penelitiannya, korupsi bisa diberantas dan korupsi akan tumbuh dari pemerintahan yang tidak demokratis.
“Kalau ingin negara ini menjadi bersih dari korupsi di mana-mana nih hasil penelitian di seluruh dunia negaranya yang demokrasinya berjalan baik kontrol terhadap korupsi juga berjalan baik. Sering ada yang tanya kenapa masih banyak korupsi, mungkin demokrasinya salah mungkin namanya demokrasi tapi praktiknya oligarki,” ungkapnya.
Ia juga menggarisbawahi, bahwa oligarki menimbulkan banyak korupsi baru, dan banyak yang berkaitan dengan politik. “Kalau hasil data yang dimiliki KPK yang saya baca itu korupsi di kalangan pejabat meningkat setiap ada pemilu, entah pemilu legislatif, presiden, ataupun Pilkada,” tutupnya.
(*)