Setelah lulus dari Harvard tahun 1960, dia ingin melakukan sesuatu yang lebih mengasyikkan daripada duduk di ruang rapat.
Dia memutuskan untuk mencari 'seni-primitif' - sebuah istilah yang tidak lagi digunakan untuk seni non-Barat, khususnya yang berasal dari masyarakat adat.
Michael melakukan banyak perjalanan mulai dari Jepang hingga Venezuela selama berbulan-bulan, akhirnya dia memulai ekspedisi antropologis ke tempat yang tidak banyak dilihat orang.
Dia bicara dengan perwakilan dari Museum Etnologi Nasional Belanda dan melakukan perjalanan kepanduan dengan apa yang disebut Nugini Belanda.
Sebuah pulau besar di lepas pantai Australia (sekarang masuk Provinsi Papua, Indonesia) untuk mengumpulkan seni dari orang suku Asmat yang tinggal di sana.
Melansir All That's Interesting, Michael Rockefeller dan tim peneliti dokumenter pergi ke Nugini Belanda.
Meski otoritas kolonial Belanda dan misionaris telah lama berada di sana, suku Asmat belum melihat orang kulit putih.
Kontak terbatas dengan dunia luar membuat suku Asmat percaya tanah di luar pulau mereka dihuni oleh arwah, sehingga ketika orang kulit putih datang dari seberang lautan mereka melihatnya sebagai semacam makhluk gaib.
Michael dan timnya akhirnya menjadi sesuatu yang menarik dan ingin diketahui oleh Otsjanep, tempat salah satu komunitas utama Asmat di pulau itu.
Tim Michael juga bukanlah sesuatu yang sepenuhnya disambut.
Suku Asmat memperbolehkan tim fotografi beraksi, tapi tidak mengizinkan peneliti kulit putih membeli artefak budaya.