"Timbul pertanyaan mengenai hasil visum yang menerangkan terdapat pasir halus menempel di dinding rongga tenggorokan. Apakah pasir halus tersebut masuk saat korban tertabrak mobil," ujarnya.
Tim penasihat hukum Priyanto menilai ada kemungkinan pasir halus yang ditemukan saat autopsi masuk saat Handi dan Salsabila (14) ditabrak mobil yang dinaiki Priyanto di Jalan Raya Nagreg.
Bukan masuk ke tenggorokan karena Handi masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu, sebagaimana keterangan Zaenuri merupakan satu-satunya saksi ahli dalam sidang perkara.
"Sehingga korban jatuh ke jalan dan menghirup debu dan pasir halus. Karena memang terlihat saat olah TKP kondisi jalan raya tempat laka lalin ada debu dan pasir halus," tutur Feri
Atas dasar itu tim penasihat hukum menyatakan Handi dan Salsabila sudah meninggal sebelum dibuang ke Sungai Serayu, sehingga Priyanto tidak bisa dijerat pasal pembunuhan berencana.
Feri mengatakan bahwa saat dihadirkan sebagai saksi ahli Zaenuri menyatakan bahwa orang awam seperti Priyanto dapat menentukan kondisi medis seseorang dalam kasus kecelakaan.
Dalam perkara ini Priyanto, Atmoko, dan Soleh berpendapat Handi dan Salsabila sudah meninggal dunia seketika kecelakaan terjadi karena tubuh mereka sudah kaku sebelum dibuang.
"Menurut catatan kami dalam sidang saksi 22 mengatakan bahwa orang awam dapat menilai bahwa korban seperti kecelakaan bisa saja menilai bahwa korban sudah meninggal," lanjut dia.
Bantah pembunuhan berencana
Dalam kesempatan itu pula, tim penasihat hukum Kolonel Inf Priyanto membantah dakwaan dan tuntutan Oditur Militer dalam perkara dugaan pembunuhan berencana sejoli Nagreg.
Menurut tim penasihat hukum, sangkaan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana tidak terbukti karena klien mereka tak memiliki motif membunuh Handi Saputra (17) dan Salsabila (14).