Blaine Gibson memutuskan untuk mencari lebih banyak puing-puing karena tergerak ingin membantu keluarga menemukan kejelasan.
Meskipun tim pencari Australia memprediksi puing-puing pesawat Malaysia MH370 kemungkinan akan terdampar di Sumatera, Blaine mengikuti saran ahli kelautan terkemuka Dr Charita Pattiaratchi, yang mengklaim arus akan membuat hal itu tidak mungkin.
Pattiaratchi mendesak pria asal Australia itu untuk mencari lebih lanjut di Madagaskar dan Mozambik sebagai gantinya.
“Ketika saya sampai di sana, saya bertanya kepada penduduk setempat - nelayan, tukang perahu - di mana puing-puing dari laut lepas terdampar?” ujarnya.
“Ada gundukan pasir di luar terumbu yang terpapar ke Samudra Hindia, tempat barang-barang terdampar ke darat. Tiba-tiba tukang perahu memanggil nama saya dan berkata 'Apakah ini Malaysia 370'?"
Segitiga abu-abu itu, bertuliskan No Step, ternyata merupakan bagian dari ekor.
Pada Juni 2016, tiga potongan lagi ditemukan dan keluarga, termasuk Ghyslain dan Grace, terbang ke Madagaskar untuk membantu, menyisir 20 km garis pantai untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut.
Pada 2018, Pemerintah Malaysia akhirnya setuju membiarkan perusahaan pencarian swasta, Ocean Infinity, meluncurkan pencarian baru di Samudra Hindia Selatan di bawah perjanjian tanpa biaya jika tak ada temuan baru.
Menggunakan probe hi-tech, tanpa pengemudi, perusahaan mencari 12 km persegi per hari hingga kedalaman 6000 meter.
Tapi usaha itu dibatalkan setelah tidak menemukan apa pun selama 138 hari.
Source | : | Kompas.com,tribunnews |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar