Gridhot.ID -Sejumlah pihak mengecam pendaftaran merek Citayam Fashion Week yang dilakukan oleh Baim Wong dan Indigo Aditya Nugroho.
Keduanya dinilai tidak berhak mengklaim Citayam Fashion Week karena hal itu dicetuskan oleh komunitas.
Bahkan ungkapan "Created by the Poor, Stolen by the Rich" yang berarti diciptakan orang miskin, dicuri orang kaya, viral di media sosial, Senin (25/7/2022).
Akun Instagram Baim juga diserbu netizen dengan menuliskan kalimat yang sama, "Created by the Poor, Stolen by the Rich."
Baim dan Aditya disebut tidak punya malu, serakah dan mengambil alih "keasyikan" masyarakat kalangan bawah.
Seperti diketahui, Citayam Fashion Week populer setelah anak-anak remaja Citayam, Bogor dan Depok sering nongkrong di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat.
Mereka datang dengan pakaian unik dan nyentrik hingga berlenggak-lenggok di zebra cross layaknya peragaan busana Paris Fashion Week.
Karena lagi hitsnya, nama Citayam Fashion Week mulai direbutkan untuk dipatenkan.
Perusahaan milik Baim yakni Tiger Wong Entertainment dan Aditya Nugraha telah mengajukan permohonan merek Citayam Fashion Week ke Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) Kemenkumham.
Berkaitan dengan hal ini, Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) Henky Solihin membeberkan prosedur pendaftaran merek.
Henky Solihin sebelumnya mengatakan bahwa pendaftaran merek dapat dilakukan oleh siapapun.
Dalam kasus Baim yang mendaftarkan Citayam Fashion Week itu, Henky menilai bahwa tindakan suami Paula Verhoeven aneh.
Hal ini lantaran Baim mendaftarkan hak yang bukan miliknya.
"Kan aneh, masa kita mendaftarkan satu hak yang bukan (punya) kita," kata Henky dikutip dari YouTubeKHInfotainment, Senin (25/7/2022).
Henky lantas mengatakan bahwa pendaftaran merek tersebut dapat dicabut.
"Langkah sebaiknya, kita merasa salah, merek itu bisa dicabut. Namun, prinsip pendaftaran merek itu siapa dulu mendaftarkan, maka dialah pemiliknya," tutup Henky.
Namun, tak semua merek yang didaftarkan akan diterima.
Henky membeberkan bahwa prosedur pendaftaran merek melalui proses yang tidak singkat.
"Setelah merek itu selesai didaftarkan, maka akan masuk kepada tahapan pemeriksaan formalitas."
"Setelah tahapan formalitas itu selesai, maka akan masuk kepada tahapan pengumuman selama 2 bulan. Tahapan pengumuman ini adalah hak publik," ungkap Henky.
Saat tahap pengumuman tersebut, siapapun dapat mengajukan keberatan dengan kelengkapan surat-surat.
"Artinya selama masa pengumuman, siapapun dapat mengajukan keberatan. Tentu dengan melengkapi surat permohonan dan bukti-bukti hukum yang ada," bebernya.
Kemudian, proses selanjutnya adalah pemeriksaan substantif.
"Setelah selesai tahapan pengumuman, maka akan masuk kepada tahapan pemeriksaan substantif selama 150 hari. Tahapan ini akan dilakukan oleh pejabat fungsional pemeriksaan merek," tuturnya.
Tahap ini berpedoman pada pasal tentang merek yangmenjadi penentu apakah merek tersebut akan diterima atau ditolak.
"Berpedoman pada pasal 20 dan pasal 21 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis."
"Tahapan ini yang menentukan apakah merek ini bisa diterima atau akan ditolak pendaftarannya," jelasnya.
Terdapat banyak faktor yang menentukan apakah merek tersebut diterima atau ditolak.
"Banyak faktor-faktor merek itu tidak bisa diterima akan ditolak pendaftarannya. Jika merek tersebut bertentangan dengan ketertiban umum misalnya."
"Atau norma-norma tertentu atau merek tersebut diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik, tentu akan ditolak," imbuhnya.
Setelah merek tersebut diterima, pemohon akan mendapat hak eksklusif dari negara.
"Merek itu kalau sudah didaftarkan dan diterima pendaftarannya, maka dia akan mendapat hak eksklusif yang diberikan oleh negara."
"Seperti hak kepemilikan merek diperoleh setelah merek itu terdaftar, diatur di pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek."
"Hak-hak merek itu adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara untuk menggunakan merek tersebut atau melarang orang lain menggunakannya," ujar Henky.
Selain itu, terdapat sanksi dan ancaman 5 tahun penjara serta denda Rp 2 miliar jika ada yang melanggar.
"Bahkan di dalam aturan merek itu, ada aturan sanksi pidana. Katakanlah barang siapa menggunakan merek di pasal 100, sama pada keseluruhannya, itu diancam dengan lima tahun dan denda dua miliar," terangnya.
(*)