Nicolaas yang berada di Belanda yang semula ragu kemudian berhasil diyakinkan soal perjuangan di Papua Barat (kawasan yang sekarang disebut sebagai Provinsi Papua dan Papua Barat, Indonesia).
Hingga 2008, Jouwe masih menegaskan sikap untuk tak kembali ke Papua yang menjadi wilayah Indonesia.
Hingga menginjak 2009, ada surat dari Indonesia yang sampai ke Den Haag.
Surat itu berasal dari Presiden ke-7 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) khusus untuk Nicolaas.
Sebagaimana diceritakan Nicolaas dalam bukunya, surat itu dibawa oleh delegasi Fabiola Ohee, Ondofolo (Kepala Adat) Frans Albert Yoku, Nicolas Simeon Meset, pilot putra Papua lulusan ITB, dan Pendeta Adolf Hanasbey.
Semua orang itu mendatangi Nicolaas khusus untuk mengantarkan surat dari SBY. Isi surat itu adalah ajakan SBY kepada Nicolaas untuk pulang ke Tanah Air.
"Saya menilai surati ini ditulis halus sekali, sebuah undangan yang bagus, dan saya merasakan bahwa surat ini ditulis dengan hati dan tulus.
Surat ini ditulis bukan dengan otak tapi dengan hati. Tuhan Yesus bersabda: Percayalah dengan hati, jangan dengan otak," kata Nicolaas.
Dia tersentuh oleh surat itu dan segera ingat ayat Injil, bahwa yang lembut hatinya akan mewarisi bumi.
Nicolaas kemudian melangkah menemui Duta Besar RI di Belanda saat itu, Fanie Habibie dan segera akrab sambil bertukar pantun dalam Bahasa Ambon.