Dia terus berlatih sampai menjadi atlet panjat tebing sambil membantu orang tuanya bekerja mengangkut barang. Ayah Richard bekerja sebagai sopir truk.
"Richard sama sekali tak mau melihat orang tuanya susah. Makanya, sesibuk apa pun anak ini… dia tetap berusaha membantu orang tuanya angkat-angkat barang. Benar-benar anak yang manis,"cerita Roycke.
Roycke mengisahkan, Richard sejak kecil sebenarnya ingin jadi pelaut. Oleh karena itu dia pernah bersekolah di SMK Polaris Bitung yang terkenal mencetak para pelaut andal di Sulawesi Utara. Sayangnya, biaya di SMK Polaris cukup tinggi.
"Anak ini tak mau membebani orang tuanya. Jadi, atas kesadaran sendiri, dia minta (pindah) sekolah saja di SMAN 10 Manado. Benar-benar tak mau buat susah orang tuanya."
Tahun 2017, Richard ikut tes Bintara Polri. Namun, ia gagal di tahap akhir. Ketika itu, Richard sangat kecewa.
Namun, tak lama kemudian Richard sudah sibuk lagi dengan aktivitasnya sebagai atlet panjat tebing Kota Manado.
Berikutnya, tahun 2018, Richard kembali ikut tes Bintara Polri. Lagi-lagi ia gugur. Kali itu di tes kesehatan.
Richard sadar tubuhnya tak fit lantaran sehari sebelum tes kesehatan, ia ikut lomba panjat tebing dan kurang istirahat.
Semangat Richard meluntur usai 2 kali gagal tes Bintara Polri. Terlebih lagi, profesinya sebagai atlet panjat tebing sudah mulai menunjukkan hasil yang baik. Ia bahkan bisa bekerja sebagai pemandu wisata dan karyawan swasta di waktu luang.
Sekalipun begitu, orang tua terus memaksa Bharada E ikut seleksi Bintara Polri untuk yang ketiga kalinya.