Bharada E pun terpojok mendengar ucapan itu. Skor menembaknya yang buruk adalah fakta tak terbantahkan. Sejak itu, ia perlahan mau membuka peristiwa yang sebenarnya. Apalagi, ia diberi tahu risiko ancaman penjara yang lama jika tak mau jujur. Ia juga dipertemukan dengan orang tuanya.
Usai mengalami pergolakan batin selama hampir sebulan, Richard akhirnya menceritakan kematian tragis Brigadir J di Duren Tiga secara terang-benderang dalam pemeriksaan tanggal 5 dan 6 Agustus.
Keterbukaan Richard itulah yang mengubah sepenuhnya jalan cerita kasus kematian Brigadir J, dari semula baku tembak menjadi pembunuhan berencana. Ferdy Sambo yang diperiksa Komnas HAM seminggu kemudian, 12 Agustus, pun secara terbuka mengakui sebagai dalang kematian tragis Brigadir J.
“Saya salah, saya khilaf. Emosi saya tidak bisa dikendalikan. Tidak sepantasnya saya, seorang jenderal, tidak mampu menjaga emosi. Jadi saya salah. Saya siap diberi hukuman yang setimpal,” demikian pengakuan jenderal bintang dua itu kepada tim pemeriksa Komnas HAM di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Ketika itu, Tim Komnas HAM memeriksa Sambo terdiri dari, sang ketua, Ahmad Taufan Damanik; dua komisioner, Choirul Anam dan Beka Ulung Hapsara; serta tiga staf.
Saat diperiksa Komnas HAM selama sekitar satu jam, Sambo terus mengutarakan kekhilafannya telah membunuh Yosua. Ia sesekali menangis ketika disinggung soal keputusannya mengorbankan ajudannya yang paling junior, Bharada Richard Eliezer.
“Dia nangis, (bilang) ‘Saya salah, Pak. Saya akan berusaha memberikan kesaksian yang membuat Richard bisa bebas, atau kalau dihukum, (hukumannya) ringan,” kata Taufan menirukan ucapan Sambo.
Pengakuan Ferdy Sambo bersama tiga orang lain yang menjadi tersangka—Bharada Richard, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf—sedianya sudah membuktikan bahwa baku tembak di Duren Tiga hanya rekaan semata.
Namun, semua pengakuan tersebut sebatas di tingkat penyidikan. Padahal, inti pembuktian kasus berada di ranah peradilan.
Majelis hakimlah yang akan menentukan apakah Sambo terbukti merencanakan pembunuhan terhadap Yosua. Majelis hakim pula yang bakal menjatuhkan hukuman kepadanya.
Itu sebabnya, Komnas HAM mewanti-wanti Polri untuk mengantisipasi “tikungan tajam” atau pembelokan kasus Sambo.