“Dibilang akting bisa juga, masyarakat kan membenci perempuan dua kali lebih besar daripada laki-laki,” kata dia.
Meski begitu, ia melihat kecenderungan yang terjadi pada Putri adalah zona nyaman.
“Dia kurang mampu untuk mengatakan hal-hal yang tidak berada dalam kendali suaminya. Jadi suaminya itu adalah orang yang dilihat dalam keadaan apapun dicintai ya. Jadi dia saya kira kurang memiliki keberanian untuk itu,” bebernya.
Ia juga mengurai soal latar belakang Putri Candrawathi yang juga merupakan anak seorang pensiunan Jenderal TNI.
“Pada umumnya gambarannya adalah, Ibu Putri seperti perempuan lain, berada atau mengalami pola pengasuhan sejak kecil itu disyaratkan untuk patuh, mengabdi kepada ayahnya, kakak laki-lakinya, kepada suaminya, bahkan ada konsep lain secara budaya di mana-mana berlaku, bahwa istri itu adalah milik dari suami,” ungapnya.
Dalam hal ini, lanjut dia, barnagkali karena pola pengasuhan kemudian menjadi dewasa bersama dengan suaminya yang dalam posisi dan pangkat tinggi.
“Dia tetap berbudaya semacam itu, pengabdian. Sheingga barangkali dia berada dalam posisi tidak punya pilihan untuk berkata-kata , untuk melakukan sesuatu sehingga jalan yang diambil oleh dirinya adalah diam. Diam itu dia pikir akan menyelamatkan suaminya, menyelamatkan dia, dan terutama anak-anaknya,” tandasnya. (*)