Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Sebut Nyonya Jenderal Bintang Dua Tak Bodoh soal Hukum, Aktivis Perempuan Ini Heran Putri Candrawathi Nihil Empati pada Ibunda Brigadir J: Mana Tanggungjawabmu

Siti Nur Qasanah - Minggu, 28 Agustus 2022 | 17:00
Putri Candrawathi (kanan) dan aktivis perempuan Irma Hutabarat (kiri)
Istimewa dan capture Kompas TV

Putri Candrawathi (kanan) dan aktivis perempuan Irma Hutabarat (kiri)

GridHot.ID - Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, terus saja menjadi sorotan.

Putri Candrawathi yang kini berstatus sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Bribadir J disebut tak memiliki empati pada keluarga mendiang.

Padahal, Putri Candrawathi si Nyonya Jenderal Bintang Dua bukan orang yang bodoh soal hukum.

Hal itu sebagaimana yang dikatakan oleh aktivis perempuan, Irma Hutabarat.

Dilansir dari Tribun Jambi, Irma Hutabarat awalnya mempertanyakan negara yang telah mengabaikan nasib keluarga Brigadir J.

Terutama nasib ibu Brigadir J, Rosti Simanjuntak.

Irma menyebut, pada kasus meninggalnya Brigadir J, yang paling menderita adalah Rosti Simanjuntak, yang tinggal di Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi.

Bukan tanpa dasar, Irma mencoba melihat lebih jauh ke belakang, sejak kasus meninggalnya Brigadir J mencuat.

Dia menyebut, pada awalnya institusi kepolisian telah membuat pernyataan Brigadir J berusaha melecehkan Putri Candrawathi istri Ferdy Sambo.

Pernyataan itu dianggap Irma Hutabarat menyerang kehormatan Brigadir J, anggota Polri yang sudah tewas ditembak.

Belakangan polisi menyebut tidak terjadi seperti yang diungkap di awal soal pelecehan di Duren Tiga.

Baca Juga: 12 Jam Diperiksa Ngotot Terus Alami Pelecehan Seksual dari Almarhum Brigadir J, Putri Candrawathi Bantah Dirinya Ikut Campur dalam Pembunuhan Berencana yang Dilakukan Ferdy Sambo

Namun sayangnya, ketika Polri menyampaikan hal itu, tidak ada permintaan maaf kepada keluarga korban.

Demikian juga dengan Kombes Pol Budhi serta Komjen Ramadhan, yang di awal sudah menyebut terjadi pelecehan, tidak pernah meminta maaf.

"Kepolisian tidak minta maaf. Putri Sambo tidak bicara apa-apa. Ini orang sudah mati. Kematian anak adalah hal yang paling menyakitkan bagi seorang ibu," tutur Irma Hutabarat, pada acara Perempuan Bicara, tayang di TV One.

Irma Hutabarat

Irma Hutabarat

Dia juga mengkritisi lembaga negara yakni DPR, yang telah bersidang dan membahas soal kematian Brigadir J.

"Parlemen bersidang, tidak satupun yang peduli apa yang terjadi pada keluarga Yosua," ujarnya.

Dia merasa bahwa DPR turut melupakan keluarga yang kini paling bersedih atas peristiwa ini.

"Tidak ada yang tanya bagaimana keadan ibunya, bagamana bapaknya. Mereka (keluarga Yosua) orang miskin, gaji dibayar Rp600 ribu per tiga bulan," ucap Irma Hutabarat.

Irma Hutabarat, yang merupakan Ketua Komunitas Civil Society Indonesia, merasa sesak ketika mengingat kondisi ibunda Brigadir J.

Ibu dari Brigadir J, ucapnya, menangis tak berhenti, hingga air matanya habis.

"Saya sesak kalau ngomongin tentang ibunya. Dia yang menanti-nanti kesaksian dari Putri," ujar Irma.

Irma kemudian menyebut Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, tidak memiliki empati pada keluarga Brigadir J.

Baca Juga: Tidak Seperti Orang Sakit Tapi Dipapah, Cara Jalan Putri Candrawathi di Bareskrim Polri Bikin Heran Pakar Mikro Ekspresi, Sebut Istri Ferdy Sambo Butuh Hal Ini

Menurutnya, soal hukum, Putri Candrawathi bukan orang bodoh.

"Putri tidak bodoh. Dia dokter gigi, nyonya jenderal bintang dua, dia tahu soal hukum, tahu konsekuensinya. sekarang hatinya saja, terketuk nggak hatinya," ungkapnya.

Dia menyimpulkan setidaknya untuk sekarang ini, Putri tidak punya hati sebagai seorang ibu, dan tidak sama sekali mampu merasakan empati pada ibunda Brigadir J.

"Tidak sama sekali mampu merasakan empati pada Ibunda Yosua yang menangis sampai habis air matanya. Saya memeluk dia waktu ke Jambi. Mana tanggungjawabmu Putri, itu yang dia bilang," kata Irma.

Selanjutnya, Irma Hutabarat mengungkapkan nyawa Brigadir J diambil oleh kekuasaan.

"Bukan hanya nyawa, barang bukti dihapuskan. Pada 8 Juli Yosua dibunuh, 13 Juli dipanggil komisi-komisi (lembaga negara)," kritiknya.

Dia pun meminta agar semua pihak berhentilah berpura-pura, berhenti membuat semua rakyat Indonesia ini geram.

"Ada perempuan yang sangat menderita, yang tidak pernah dibahas di parelemen, di komisi maupun kepolisian. Negara ini harus punya sistem untuk bisa melayani mengayomi orang yang tidak punya kuasa," tuturnya.

"Ada gak yang nanyakan keluarga Yosua? Nggak ada. Padahal yang paling menderita itu ibunya Yosua. Dari awal, saya tahu tidak ada (lembaga engara) yang berpihak pada korban, pada yang tertindas," Irma menegaskan. (*)

Source :Tribun Jambi

Editor : Grid Hot

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x