Kelima tersangka dijerat pasal pembunuhan berencana yakni Pasal 340 juncto 338 juncto 55 dan 56 KUHP dengan ancaman penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Dalam sidang majelis komisi kode etik Polri (KKEP) yang digelar sejak Kamis (25/8/2022) pagi hingga Jumat (26/8/2022) dini hari memutuskan memecat atau memberhentikan dengan tidak hormat terhadap Ferdy Sambo.
Ketua Majelis KKEP Komjen Ahmad Dofiri menyatakan, Sambo terbukti melakukan perbuatan tercela dan melanggar 7 kode etik profesi Polri.
Selain pemecatan, majelis KKEP juga menyatakan Sambo mendapat sanksi administratif berupa penahanan selama 21 hari. Sambo saat ini ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Sedangkan Putri menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka pada Jumat lalu selama 12 jam. Namun, penyidik membolehkan dia pulang dan tidak melakukan penahanan.
Dilansir dari serambinews.com, surat permintaan maaf Ferdy Sambo di atas kertas tersebar di media sosial, sesaat sebelum ia menjalani sidang kode pelanggaran etik, Jumat (26/8/20220) lalu.
Eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo menuliskan surat permintaan maaf terhadap para senior, rekan dan institusi Polri terkait kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Surat itu juga ditempeli meterei dan ditandatangani Ferdy Sambo.
Sepucuk surat Ferdy Sambo itu lalu dibacakannya di depan sidang, saat ia diputuskan telah melakukan pelanggaran berat dan dikenai sanksi dipecat dengan tidak hormat. Meskipun Ferdy Sambo mengajukan banding atas putusan itu.
Dari tulisan tangan Ferdy Sambo itu, Tessa Sugito, seorang Grafolog atau ahli membaca tulisan tangan, menilai bahwa Ferdy Sambo adalah orang yang berpikir komperehensif dan cerdas, serta juga memiliki fantasi seksual di luar norma umum yang ada atau konvensional.
Hal itu berdasar analisanya dari tulisan tangan di surat Ferdy Sambo berikut tanda tangan Sambo. Analisa Tessa diungkapkannya di Kompas TV, Minggu (28/8/2022) malam.