Terlepas dari pembatasan impor teknologi, Teheran telah memantapkan dirinya sebagai kekuatan utama yang dapat mengembangkan berbagai drone asli.
Iran telah mengukir ceruk keuntungan untuk dirinya sendiri dengan mengekspor drone untuk melayani tujuannya sendiri, seperti mempersenjatai Hizbullah dengan drone untuk menyerang Israel dan Houthi dengan teknologi drone untuk menargetkan Arab Saudi.
Sementara itu, Iran mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan Rusia karena sanksi yang melumpuhkan yang dikenakan pada negara itu setelah kegagalan kesepakatan nuklir pada 2018 ketika Presiden Donald Trump secara sepihak menarik diri dari perjanjian tersebut.
Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Kompas.com, 16 September 2022, dalam pembaruan intelijen militer terbaru pada Rabu (14/9/2022), kementerian mengatakan "sangat mungkin" bahwa Rusia telah mengerahkan kendaraan udara tak berawak (UAV) buatan Iran dalam perang hampir tujuh bulan di Ukraina.
“Rusia hampir pasti semakin banyak mendapatkan persenjataan dari negara-negara lain yang terkena sanksi berat seperti Iran dan Korea Utara, karena stoknya sendiri semakin berkurang,” katanya sebagaimana dilansir Al Jazeera.
Tidak ada spesifikasi resmi yang diketahui untuk Shahed-136, tetapi itu adalah apa yang disebut "drone pembunuh" yang mampu membawa hulu ledak jarak jauh.
Pembaruan intelijen Inggris mengatakan dugaan sisa UAV di dekat garis depan "menunjukkan ada kemungkinan realistis bahwa Rusia berusaha menggunakan sistem itu untuk melakukan serangan taktis, daripada menyasar target yang lebih strategis lebih jauh ke wilayah Ukraina".
Dikatakan juga bahwa Shahed-136 diduga dikerahkan oleh Iran dalam serangan di Timur Tengah, termasuk serangan terhadap kapal tanker minyak MT Mercer Street pada Juli 2021.
Amerika Serikat dan Israel juga menyalahkan Iran atas serangan tahun lalu, tetapi Iran membantah bertanggung jawab.
Sudut pandang AS
AS pertama kali mengklaim pada Juli bahwa Iran sedang bersiap menjual “ratusan” drone bersenjata ke Rusia untuk perang di Ukraina.