Menurut dia, kekerasan seksual atau pemerkosaan sengaja digulirkan oleh pihak keluarga Sambo untuk mendapat simpati publik supaya mereka dianggap korban.
Sehingga, kata dia, Brigadir J dianggap sebagai pelaku yang layak untuk dibunuh karena melakukan pemerkosaan.
Ia mengungkapkan, noodweer atau noodwear-exces, yakni pembelaan terpaksa, hanya berlaku apabila keadaan darurat masih terjadi.
"Mereka lupa, sesuai amanat UU, noodweer atau noodweer-exces itu hanya berlaku mana kala keadaan darurat masih terjadi," ucapnya.
Kalau keadaan darurat sudah hilang atau pun sudah tidak ada ancaman yang nyata, lanjut dia, maka pasal 49 ayat (1) dan (2) KUHP tentang pembelaan darurat itu tidak berlaku.
"Sehingga apa pun yang mereka (pihak Sambo) katakan itu hanya omong kosong," ucap Martin.
Sebagaimana telah diberitakan KOMPAS.TV, hari ini Senin (12/12/2022) Putri Candrawathi, akan bersaksi dalam sidang terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J lainnya, yakni Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Pada sidang Bharada E, Ricky, dan Kuat pekan lalu, Ferdy Sambo, mengaku emosi mendengar cerita istrinya terkait peristiwa kekerasan seksual yang disebut terjadi di rumah pribadi di Magelang pada tanggal 7 Juli 2022.
"Saya tidak bisa berpikir bahwa ini terjadi pada istri saya, Yang Mulia. Saya tidak bisa berkata-kata apa mendengar penjelasan istri saya itu," kata Ferdy Sambo kepada majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/12).
Ia pun mengaku memerintahkan Bharada E untuk menghajar Brigadir J pada tanggal 8 Juli 2022.
Kesaksian Sambo itu dibantah Bharada E dengan menegaskan bahwa mantan Kadiv Propam Polri itu memerintahkannya untuk menembak Brigadir J di rumah dinasnya di komplek Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.