Sebelum terjadinya perang Ukraina, sebagian besar minyak Rusia dikirimkan ke Belanda dan Belgia. Dari sana, minyak Rusia dipasarkan lagi ke sejumlah negara.
Tak hanya Tiongkok dan India, Razoux menegaskan bahwa AS juga menjadi pihak yang paling diuntungkan di antara penyokong Ukraina.
Boikot terhadap komoditas energi Rusia membuat gas alam dan minyak AS bisa masuk pasar Eropa. Padahal, harganya berkali lipat lebih mahal dibandingkan milik Rusia.
Dosen pada Georgetown University, Trita Parsi, menyebut bahwa sebagian pihak keberatan dengan miliaran dollar AS yang diberikan Washington ke Kyiv. Padahal, AS mendapat keuntungan yang sangat banyak dari perang itu.
Sementara itu, serangan Rusia membuat anggota NATO di Eropa seketika menaikkan belanja pertahanannya. Sebagian dari mereka mengimpor persenjataan dari AS.
Peneliti pada Chatham House, Timothy Ash, menyebut bahwa bantuan Washington ke Kyiv adalah jenis investasi yang sangat menguntungkan.
"Rusia dipaksa fokus ke satu titik. Jadi, AS tidak perlu menghadapi Rusia di tempat lain,” jelas Timothy.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin menyebut, perang Ukraina membuat Rusia akan kesulitan menantang AS untuk jangka sangat panjang. Moskwa akan butuh waktu bertahun-tahun untuk memulihkan militer dan perekonomiannya yang terdampak perang.
Sejak Perang Dunia II selesai, salah satu fokus kebijakan luar negeri Washington adalah menaklukkan Moskwa. Setelah berhasil pada akhir Perang Dingin, Washington kini kembali berhasil melakukan hal itu lewat perang Ukraina.