Gridhot.ID - Perang Rusia Ukraina hingga detik ini masih panas berkobar.
Dikutip Gridhot dari Tribun Bisnis, dilaporkan tak hanya korban jiwa yang muncul dalam perang Rusia Ukraina.
Perang Rusia Ukraina bahkan baru-baru ini membuat mata uang berbagai negara melemah terhadap dolar AS.
Hal ini cukup memusingkan karena akan menaikkan harga impor di beberapa negara terdampak tersebut.
Salah satu yang cukup terpukul terkait masalah ini adalah importir energi dan makanan.
Perebutan pasokan gas alam cair (LNG) baru di Eropa memicu kenaikan harga di pasar pengiriman (atau spot).
Harga spot patokan untuk LNG Asia mencapai rekor tertinggi tahun lalu, membuat banyak negara berkembang di kawasan ini kekurangan listrik.
Meski merugikan banyak pihak, perang Rusia Ukraina dipercaya memberikan keuntungan besar bagi beberapa negara.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, tiga negara, yakni Amerika Serikat (AS), China atau Tiongkok, dan India disebut-sebut sebagai negara paling diuntungkan dari terjadinya perang ukraina-Rusia.
Melansir dari Kompas.id, pakar sanksi asal Prancis, Agathe Demarais, menyebut perang Ukraina membuat Rusia makin bergantung kepada Tiongkok.
”Rusia tidak dalam posisi bisa berunding dengan China, yang akan mengambil apa pun yang diinginkannya dari Rusia tanpa memberi apa yang diinginkan Rusia,” terangnya, Senin (20/2/2023).
Senada, Direktur Akademik dan Riset Institut FMES di Prancis, Pierre Razoux, menerangkan bahwa perang dapat menyababkan Rusia dan Eropa melemah, sedangkan AS dan Tiongkok menang besar.
”Sangat jelas, perang akan bisa berakhir dengan (kondisi) Rusia dan Eropa semakin lemah. Sementara dua pemenang besar dari situasi ini adalah AS dan China,” kata Pierre, Senin (20/2).
Menurut Razoux, Rusia akan mencoba mengurangi ketergantungan terhadap Tiongkok dengan cara meragamkan mitra.
"Kremlin bertaruh dengan meragamkan ikatan geopolitik, ekonomi, dan strategis dengan Turki, Timur Tengah, Iran, dan Afrika,” kata Razoux.
Salah satu keuntungan bagi Tiongkok ialah pasokan energi melimpah ke Beijing dengan harga diskon dari Rusia. Sebab, AS dan sekutunya menolak membeli minyak, gas, dan batubara dari negara yang dipimpin oleh Presiden Putin itu.
Lembaga konsultansi bisnis energi, Energy Aspects, menaksir Tiongkok akan mengimpor hingga 2,2 juta barel minyak per hari dari Rusia pada 2023.
Tak hanya Tiongkok, India juga mendapat sumber energi murah dari Rusia gara-gara boikot AS dan sekutunya.
Di dalam laporan Nikkei pada Jumat (18/2/2023), terungkap impor India dari Rusia melonjak. Dari 7,7 miliar dollar AS pada Januari-Oktober 2021 menjadi 37,3 miliar dollar AS pada Januari-Oktober 2022.
“India membeli banyak minyak mentah, mengubahnya menjadi bahan bakar minyak, lalu menjualnya,” kata Menteri Perdagangan India Sunil Barthwal.
Meski mengimpor minyak mentah, ekspor bahan bakar minyak (BBM) India justru melonjak.
Pada April 2022 hingga Januari 2023, India mendapatkan 78,5 miliar dollar AS dari ekspor BBM. Nilai tersebut naik dari periode sebelumnya yang hanya mendapat 50,7 miliar dollar AS.
Sebelum terjadinya perang Ukraina, sebagian besar minyak Rusia dikirimkan ke Belanda dan Belgia. Dari sana, minyak Rusia dipasarkan lagi ke sejumlah negara.
Tak hanya Tiongkok dan India, Razoux menegaskan bahwa AS juga menjadi pihak yang paling diuntungkan di antara penyokong Ukraina.
Boikot terhadap komoditas energi Rusia membuat gas alam dan minyak AS bisa masuk pasar Eropa. Padahal, harganya berkali lipat lebih mahal dibandingkan milik Rusia.
Dosen pada Georgetown University, Trita Parsi, menyebut bahwa sebagian pihak keberatan dengan miliaran dollar AS yang diberikan Washington ke Kyiv. Padahal, AS mendapat keuntungan yang sangat banyak dari perang itu.
Sementara itu, serangan Rusia membuat anggota NATO di Eropa seketika menaikkan belanja pertahanannya. Sebagian dari mereka mengimpor persenjataan dari AS.
Peneliti pada Chatham House, Timothy Ash, menyebut bahwa bantuan Washington ke Kyiv adalah jenis investasi yang sangat menguntungkan.
"Rusia dipaksa fokus ke satu titik. Jadi, AS tidak perlu menghadapi Rusia di tempat lain,” jelas Timothy.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin menyebut, perang Ukraina membuat Rusia akan kesulitan menantang AS untuk jangka sangat panjang. Moskwa akan butuh waktu bertahun-tahun untuk memulihkan militer dan perekonomiannya yang terdampak perang.
Sejak Perang Dunia II selesai, salah satu fokus kebijakan luar negeri Washington adalah menaklukkan Moskwa. Setelah berhasil pada akhir Perang Dingin, Washington kini kembali berhasil melakukan hal itu lewat perang Ukraina.
(*)