Setelah diakumulasi selama lima tahun, pihaknya menemukan aliran dana sebesar Rp 4,405 triliun yang diberikan sebagai komisi.
"Jadi, setelah akumulasi lima tahun, kami menemukan angka Rp 4,405 triliun yang diberikan sebagai biaya komisi," paparnya.
Hal tersebut diduga merupakan manajemen yang keliru pada perusahaan tersebut.
"Pertama kami lihat ketidakbaikan atau maladministrasi atau manajemen yang keliru pada perusahaan ini," ujarnya.
Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Tribunnews, 26 Maret 2023, setelah ditelusuri aliran dana tersebut justru dialokasikan dalam bentuk-bentuk bisnis.
Iskandar Sitorus menyebut pihaknya berhasil mendeteksi bisnis-bisnis tersebut, di antaranya untuk pusat kebugaran dan kesehatan serta kecantikan.
"Namun, dalam perjalanannya uang-uang ini ternyata teralokasikan dalam bisnis-bisnis."
"Bentuk bisnis ini masih kami deteksi, yaitu berbentuk untuk pusat-pusat kebugaran, kesehatan dan kecantikan atau bahasa sederhananya skincare itu ya."
"Lalu ada juga bisnis butik dan yang terbawah itu bisnis pet shop," imbuhnya.
Dari tahun 2019 hingga 2022 bisnis tersebut cenderung berkembang.
Dalam prakteknya binsis-bisnis tersebut kerap menggunakan para publik figur untuk mengiklankan produk maupun bisnis mereka.