Menurutnya, sejak 2012 hingga 2022, aset yang dia laporkan tak jauh berbeda. Hanya terjadi perubahan nilai karena menyesuaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
"Hal ini terlihat dari nilai aset tetap dalam LHKPN yang tinggi karena mencantumkan nilai NJOP, walaupun sebenarnya nilai pasar bisa lebih rendah dari NJOP," tutur Rafael.
"Saya selalu membuat catatan sesuai dokumen hukum dan siap menjelaskan asal-usul setiap aset tetap jika dibutuhkan."
Lebih lanjut, Rafael juga mengaku mengikuti program pemerintah seperti Tax Amnesty pada tahun 2016 dan Program Pengampunan Pajak (PPS) pada 2022. Hal terdebut diklaim Rafael sebagai bentuk kepatuhan membayar pajak.
"Saya ingin menegaskan juga bahwa saya tidak pernah dibantu oleh konsultan pajak mana pun dan selalu membuat SPT sendiri," ujarnya.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Rafael Alun Trisambodo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengatakan penetapan tersangka Rafael dilakukan setelah penyidik menemukan dugaan pidana korupsi yang dilakukan mantan kepala Bagian Umum Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II itu.
Menurut Ali Fikri, Rafael diduga menerima gratifikasi selama 12 tahun lamanya. Rentang waktunya dari tahun 2011 sampai dengan 2023.
"Jadi, ada dugaan pidana korupsinya telah kami temukan, terkait dengan dugaan korupsi penerimaan sesuatu oleh pemeriksa pajak pada Ditjen Pajak Kemenkeu tahun 2011-2023," kata Ali dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (30/3/2023).
Selanjutnya, kata Ali Fikri, penyidik KPK meningkatkan status kasus tersebut ke tahap penyidikan serta menemukan dua alat bukti dugaan korupsi dan pihak-pihak yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
Ali mengungkapkan, dugaan gratifikasi yang diterima Rafael Alun tersebut dalam bentuk uang. Saat ini, uang tersebut sedang ditelusuri oleh penyidik KPK.