Dari situ disepakati bahwa Soerjadi menjadi Ketua Umum PDI terhitung sejak 22 Juni 1996.
Di sisi lain, Megawati tak mau kalah. Ia menyatakan tidak mengakui Kongres Medan dan menegaskan bahwa dirinya adalah Ketua Umum PDI yang sah.
Dualisme kepemimpinan pun tak terhindarkan. Konflik ini berujung bentrok antara masing-masing pendukung di Kantor DPP PDI pada 27 Juli 1966, yang lantas disebut sebagai peristiwa Kudatuli.
Namun demikian, pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997.
Setelah rezim Orde Baru tumbang, PDI pimpinan Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan.
Singkat cerita, partai politik berlambang banteng itu berhasil memenangkan Pemilu 1999 dengan meraih lebih 30 persen suara. Megawati pun terus menuju puncak kariernya.
Pada 23 Juli 2001, MPR secara aklamasi menempatkannya sebagai Presiden ke-5 RI menggantikan Gus Dur. Kala itu, presiden belum menggunakan sistem pemilihan langsung, melainkan dipilih oleh MPR.
Setelah menuntaskan masa tugasnya sebagai orang nomor satu di Indonesia pada 20 Oktober 2003, Megawati menjajal peruntungannya di Pilpres 2004 berpasangan dengan Hasyim Muzadi.
Namun, ia dikalahkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla yang tak lain adalah dua menteri Mega di Kabinet Gotong Royong.
Tak menyerah, Mega kembali mencalonkan diri sebagai presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto di Pilpres 2009.
Namun, lagi-lagi ia dikalahkan oleh SBY yang menggandeng Boediono.