"Sepertinya Syekh Panji Gumilang mengalami sindrom megalomania dengan merasa bahwa dirinya besar, sehingga memberikan gagasan-gagasan yang ingin menunjukkan bahwa pemikirannya hebat," kata Uwes, dikutip dari TribunJabar.id, Sabtu (17/6/2023).
Apalagi sebagai pemimpin dan figur sentral ponpes, Uwes menjelaskan, syekh Panji Gumilang tak bisa dipertanyakan ulang atau dibantah oleh para santrinya.
Ketika gagasan-gagasan itu muncul di media sosial yang kemudian menciptakan keresahan bagi masyarakat, khususnya umat Islam di Indramayu, maka wajar jika masyarakat melakukan penolakan," ujar Uwes.
"Sebab, ketika isu tentang pesantren Al-Zaytun itu bukan sekadar masalah pesantrennya, tetapi juga menjadi masalah bagi umat Islam yang ada di lingkungan sekitarnya," sambungnya.
Dia menambahkan, masyarakat pun akan mempertanyakan para tokoh, baik yang ada di MUI atau ormas-ormas Islam, karena dinilai tak menanggapi gagasan yang menyimpang tersebut.
"Jika ini dibiarkan, maka masyarakat akan semakin memuncak kekesalan dan penolakannya, serta gagasan-gagasan yang dianggap "nyeleneh" dari Syekh Panji Gumilang akan terus diproduksi dan reproduksi sehingga masalah ini tidak akan pernah selesai," ucap Uwes.
"Jadi perlu keterlibatan dari tokoh-tokoh Islam untuk melakukan klarifikasi kepada Syekh Panji Gumilang dengan gagasan-gagasan nyelenehnya dan memintanya untuk tidak lagi melakukan hal yang sama," imbuhnya.
Pemerintah harus turun tangan
Dilansir dari Surya.co.id, sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan menilai, pemerintah harus segera turun tangan agar tak ada konflik horizontal antara pendukung dan penolak Ponpes Al Zaytun.
"Sebaiknya diadakan musyawarah dan pemerintah hadir bersama Majelis Ulama Indonesia, organisasi masyarakat Islam, serta tentunya Al-Zaytun," tutur Cecep.
"Diperlukan tim khusus investigasi guna menggali atau mengungkap dugaan-dugaan yang beredar di masyarakat apakah benar atau tidak. Kita perlu tabayyun," lanjutnya.