Sehingga, kedua ibu dari dua bayi laki-laki ini langsung ditelusuri dan ditemukan pasien B yang diduga kuat bahwa bayinya tertukar dengan bayi dari Siti.
Kedua perempuan yang bayinya tertukar itu akhirnya dipanggil untuk dilakukan tes DNA. Pihak RS memfasilitasi tes itu untuk diuji di laboratorium di Jakarta.
Namun, kata Gregorius B Djak, yang bersedia untuk tes DNA hanyalah bayi dari Siti.
Sedangkan pasien B warga Tajur Halang, Kabupaten Bogor, tidak pernah mau datang dan tidak bersedia untuk tes DNA.
RS memfasilitasi tes darah dan ternyata identik lalu dilanjutkan menfasilitasi tes DNA. Hasilnya, bayi tersebut tidak identik atau bukan anak dari Siti.
"Keyakinan pihak RS itu bayi Ibu Siti tertukar dengan ibu pasien B. Kan bayi laki-laki (dilahirkan) cuman ada 2 di rumah sakit ini. Jadi kita pastikan ada bayi tertukar setelah hasil tes DNA keluar. Ternyata, itu bukan bayinya ibu S," ungkapnya.
Setelah tes itu, pihak RS kemudian membacakan hasilnya di hadapan kedua ibu dari bayi yang tertukar, baik itu ibu atau pasien B dan keluarga ibu A atau ibu Siti.
Dalam pertemuan terbuka itu, hasil tes DNA disampaikan secara terang benderang. Saat ditanya kenapa pasien B menolak untuk tes, Gregorius B Djak tak mengetahui pasti alasannya.
Yang jelas, RS sudah bersurat sebanyak dua kali kepada ibu atau pasien B tersebut. Namun, kedua surat itu tidak dijawab.
Belakangan, pasien B yang diwakili pengacaranya menyatakan belum bersedia tes DNA.
"Dan hari ini, kami tetap meminta ibu pasien B menunjuk lembaga laboratorium tes DNA-nya. Nanti RS akan memfasilitasi semua. Kita proaktif, tidak mendiamkan, tidak menutupi dan kemudian menginginkan agar kasus seperti ini harus diselesaikan," terangnya.
Gregorius B Djak tak menampik bahwa terjadi bayi tertukar dari pasien mereka. RS menyadari hal itu terjadi karena hasil tes DNA sudah ada.
Kini, RS sedang berupaya menelusuri bagaimana bayi tersebut bisa tertukar dan tertukar dengan siapa.
"RS akan melakukan tes secara silang untuk mengetahui hasil mempuni, baru nanti kita memikirkan langkah selanjutnya seperti apa karena ini menyangkut manusia. Tapi kemudian yang jadi kendala adalah pasien B menyatakan secara mental dan psikologis dia belum siap. Kami menghargai itu," jelasnya.
(*)
Source | : | Kompas.com,TribunnewsBogor.com |
Penulis | : | Siti Nur Qasanah |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar