GridHot.ID - Belum lama ini, penyebutan KKB untuk pemberontak di Papua berubah menjadi OPM.
Perubahan penyebutan KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) menjadi OPM (Organisasi Papua Merdeka) diungkap oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
"Karena dari mereka sendiri menamakan diri TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) sehingga sama dengan OPM," kata Agus saat konferensi pers di rumah dinas Panglima TNI di Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu (10/4/2024), dilansir dari Kompas.com.
Agus menyebut OPM sudah melakukan serangkaian teror dan pembunuhan terhadap masyarakat serta anggota TNI-Polri. OPM juga melakukan pemerkosaan kepada guru dan tenaga kesehatan.
Oleh karena itu, Agus mengatakan bahwa TNI tidak akan diam dengan hal tersebut.
"Saya akan tindak tegas untuk apa yang dilakukan oleh OPM. Tidak ada negara dalam suatu negara," ujar Agus.
Sementara itu, perubahan penyebutan KKB menjadi OPM rupanya menjadi sorotan banyak pihak.
Ketua Centra Initiative sekaligus peneliti senior Imparsial, Al Araf, mengatakan penggunakan kembali istilah OPM tidak akan menyelesaikan masalah dan konflik di Papua.
Hal tersebut, kata Al Araf, justru akan menimbulkan terjadinya stigmasi masyarakat di Papua.
"Justru istilah itu cenderung berdampak pada terjadinya stigmatisasi masyarakat di Papua," ujar Al Araf saat dihubungi, Selasa (16/4/2024).
Selain itu, lanjut Al Araf, perubahan penyebutan itu juga akan menimbulkan kecenderungan penggunaan pendekatan operasi militer untuk menyelesaikan konflik di Papua.
"Dan cenderung menggunakan pendekatan operasi militer dalam mengatasinya," lanjutnya.
Diketahui, TNI mengedepankan operasi teritorial di Papua dengan mengajak semua pihak membangun dan mensejahterakan masyarakat Papua.
Pergantian nomenklatur dari semula KKB menjadi OPM, sebut Al Araf, cenderung mengedepankan operasi militer.
Al Araf mengatakan, penyelesaian masalah di Papua seharusnya mengedepankan proses dialog.
"Sudah saatnya penyelesaian konflik di Papua dilakukan dengan jalan damai. Semua pihak perlu menahan diri dan menahan gencatan senjata dan maju ke meja perundingan," kata Al Araf.
"Perlu jeda kemanusiaan untuk penyelesaian konflik Papua menuju arah ruang dialog yang equal," ucapnya.
Terbaru, Komandan Koramil (Danramil) Aradide Letda (Inf) Oktovianus Sogalrey tewas ditembak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)-OPM di jalan trans Paniai-Intan Jaya, pada Rabu (10/4/2024).
TPNPB-OPM mengaku bertanggung jawab atas penembakan itu.
Al Araf pun mengaku prihatin atas bertambahnya korban jiwa karena konflik di Papua.
"Kondisi itu harusnya jadi penanda buat pemerintah bahwa penyelesaian konflik Papua perlu menggunakan pendekatan baru untuk menyelesaikannya. Sudah saatnya meninggalkan pendekatan kekerasan berlebihan di Papua," ujar Al Araf.
Al Araf mengatakan, pemerintah melihat persoalan Papua dengan pendekatan top down dan tidak dialogis.
"Harusnya di wilayah konflik itu solusi penyelesaiannya berasal dari kesepakatan pihak yang berkonflik, yakni antara pemerintah dan pihak Papua," kata Al Araf.
Dengan demikian, lanjutnya, solusi tersebut hasil dari kesepahaman dua pihak yang berkonflik dan kemungkinan besar akan jalan seperti di Aceh.
"Selama ini pendekatannya lebih banyak aspek ekonomi saja. Sementara soal keadilan hukum atas kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi diabaikan, dan isu lainnya,” kata Al Araf.
"Sehingga solusinya tidak komprehensif dan bukan dari kesepakatan bersama, tetapi lebih top down. Sehingga konflik tak pernah selesai," ujarnya. (*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Siti Nur Qasanah |
Editor | : | Siti Nur Qasanah |
Komentar