Hal itu yang membuat bu Iti trauma untuk keluar rumah.
Siang itu saat kami tengah ngobrol, telpon dari Arab masuk dan itu dari penjara.
Tuti memberi kabar bahwa dia sehat dan ibunya bercerita tentang kunjungan kami yang datang untuk memberikan dukungan.
Jam menunjukkan pukul 15.30 dan kami pamitan karena harus mengejar kereta terakhir ke Jakarta melalui stasiun Cirebon.
Dari Majalengka membutuhkan 2,5 jam plus 30 menit untuk makan siang yang lumayan udah telat.
Tiga toples kue kering dan air mineral yang dihidangkan di meja tamu rumah Tuti tak tersentuh sedikitpun karena semua orang larut pada kesedihan.
Cat dinding rumah warna pink jadi tidak nampak segar karena suasana.
Saat pamitan saya memeluknya lama, air matanya tumpah menjadi-jadi menetes di baju saya.
Baca Juga : Main Film Dilan 1991, Vanesha Prescilla Membiasakan Diri dengan Hair Extension
Yang kuat ya bu Iti, pemerintah tengah mengajukan PK, semoga dikabulkan.
Dan masyarakat sipil seperti kami juga bisa mengawal prosesnya dan mengambil peran people to people diplomacy.
Majalengka, 5 September 2018