Laporan Wartawan GridHot.ID, Chandra Wulan
GridHot.ID - Tuti Tursilawati, TKI asal Majalengka dieksekusi mati di Arab Saudi pada Senin (29/10) waktu setempat.
Lima bulan sebelum Tuti Tursilawati dieksekusi mati, ibundanya sempat berkunjung ke penjara tempat anaknya ditahan di Arab Saudi.
Kabar eksekusi mati Tuti Tursilawati di Arab Saudi tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia awalnya mencuat dari cuitan Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant Care.
Sebagai informasi, Migrant CARE merupakan lembaga pendampingan dan advokasi yang berfokus terhadap perlindungan buruh migran.
Khashoggie dimutilasi,
— Wahyu Susilo (@wahyususilo) October 30, 2018
Tuti Tursilawati dieksekusi
???????? pic.twitter.com/wNPuIYoAza
Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant CARE, Anis Hidayah membagikan cerita kunjungan ibunda Tuti Tursilawati melalui laman Facebook pribadinya Anis Hidayah.
Berikut salinan lengkapnya:
"Innalillah, duka memdalam untukmu TUTI TURSILAWATI
Pagi tadi jam sekitar 07.00, teman di Kemenlu telpon tapi tidak sempat terangkat.
Akhirnya saya telpon balik.
Baca Juga : Kasus TKI Tuti Tursilawati yang Dieksekusi Mati di Arab Saudi Ternyata Sudah Ada Sejak 2011
'Mba, bisa datang ke kemenlu pagi ini?'
Urgent katanya.
Saya udah punya feeling, ini berita duka, biasanya ada eksekusi mati terhadap buruh migran.
Tidak meleset, kemarin pagi jam 9 waktu Arab hari Senin, tgl 29 Oktober 2018, Tuti Tursilawati di eksekusi mati di Arab Saudi tanpa notifikasi kepada pemerintah Indonesia.
Saya tidak bisa menahan diri, membayangkan ibu Iti, ibundanya Tuti yang baru kami kunjungi sebulan lalu di Majalengka.
Setengah jam saya nggak bisa berhenti nangis.
Dalam suasana kalut, saya WA mbakyu Yuniyanti Chuzaifah bahwa saya sedang kalut dan berduka.
Pernah pada tahun 2015, kami berdua sesenggukan bersama saat dapat kabar Siti Zaenab di eksekusi di Arab Saudi dan ketika itu kami di Lembata.
Baca Juga : Lagi, Tanpa Pemberitahuan Pada Pemerintah Indonesia, Arab Saudi Eksekusi Mati TKW Asal Majalengka
Saya juga minta makcik Siti Badriyah utk menyusul ke Kemenlu dan saya baru bisa tenang saat makcik datang.
Selamat jalan Tuti, maafkan kami yang tidak bisa menyelamatkan hidupmu.
Saudi, berhentilah membunuhi buruh migran Indonesia.
Hukuman mati itu pelanggaran hak asasi manusia.
Indonesia jg hrs segera menghapuskan hukuman mati.
Kami semua berduka untukmu Tuti dan tentu juga berduka utk korban Lion kmrn.
Dibawah ini sepenggal cerita saya ttg kunjungan bulan lalu di Majalengka, di rumah Tuti Tursilawati.
Insya Allah Tuti pulang......
Di bawah terik matahari yang bikin udara sumuk, Rabu, 5 September 2018, namun terasa agak dingin ketika memasuki sebuah rumah bercat biru dengan pagar berwarna merah bata di pinggir jalan di bawah kaki gunung Majalengka.
Di halaman rumahnya ada beberapa pot bunga yg memperindah.
Tepatnya di Desa Cikeusik Sukahaji Majalengka.
Rumah itu adalah kediaman ibu Iti Sarniti, ibunda Tuti Tursilawati, PRT migran yg sudah 8 tahun ini menanti keadilan di Arab Saudi dengan vonis hukum yg sudah incracht, yaitu "hukuman mati".
Tuti divonis hukuman mati atas tuduhan pembunuhan terhadap majikannya di mana fakta yang sesungguhnya dia membela diri karena akan diperkosa majikan saat baru bekerja selama 9 bulan, tepatnya pada 11 Mei 2010.
Tuti diberangkatkan ke Arab Saudi pada 5 September 2009 oleh PT Arunda Bayu.
Saat berangkat, Tuti meninggalkan anak berusia dua tahun dan kini sudah kelas 1 SMP.
Hingga kini anaknya tidak diberi tahu tentang kasus ibunya.
Ibunda Tuti juga pernah bekerja di Saudi selama 4 tahun.
Baca Juga : Tajir Melintir, Pangeran Arab Saudi Mohammed Bin Salman Miliki 3 Barang Super Mewah
Migrant CARE (saya, Melanie Subono, Nur Harsono, Ika Masruroh, Eko Maryono) dan Mediana silaturahmi ke Majalengka untuk memberikan dukungan dengan ditemani Disnaker Majalengka, SBMI Majalengka dan pak Kuwu (kepala desa) Cikeusik.
Memasuki rumah Tuti, tak jauh dari pintu, terpampang 4 pigura photo.
Yang menyita perhatian saya adalah photo dengan ukuran 10 R dengan bingkai yg sederhana, Bu Iti berfoto dengan Tuti Tursilawati.
Saya mendekati photo itu, nampak jelas mata bu Iti dan Tuti sebam dan basah, hidung Tuti bahkan nampak merah.
Tak terbayangkan suasana di balik photo itu yang pasti haru.
Photo itu diambil bulan Mei lalu, kata Bu Iti.
'Saat saya (Bu Iti) mengunjunginya di penjara di Arab Saudi dengan dampingan Kemlu RI bersama keluarga Eti Thoyib yang juga terancam hukuman mati.
Kunjungan Mei lalu merupakan kunjungan ketiga, dimana sebelumnya dilakukan pada tahun 2010 dan 2012,' ucap Bu Iti.
Baca Juga : 6 Fakta Menarik Pangeran Arab Saudi, Mohammed Bin Salman yang Nikahi Sepupunya Sendiri
Dengan berurai air mata, ibu Iti terus bertutur bahwa kunjungan Mei lalu merupakan kunjungan paling berkesan.
'Bisa mengunjungi Tuti di penjara selama 1,5 jam, dimana dalam kunjungan sebelumnya hanya bisa ketemu 10 menit.
Tidak hanya itu, kunjungan yang ketiga kemarin juga bisa memeluk Tuti dan berfoto dimana tidak bisa dilakukan pada kunjungan sebelumnya.
Tuti kemarin minta dibawakan daster batik dan cemilan.
Ibu membawakannya dua daster dan beberapa cemilan: rengginang, keripik singkong dan opak.
Bawaan cemilan itu langsung kita makan rame-rame di penjara. Tuti nampak senang,' lanjut Bu Iti.
Dalam ruang tamu rumah Tuti yang tidak terlalu besar, sofa dijajar agak mepet.
Baca Juga : Pengakuan Mantan Pramugari Lion Air yang Pernah Alami Dua Kali Kecelakaan Pesawat
Posisi duduk saya yang agak berhadapan dengan bu Iti mempertemukan lutut saya dan lutut bu Iti.
Saya mencoba merasakan apa yang dirasakannya.
Tangan saya terus memegangi lengannya, matanya tak henti-hentinya menetes.
Seisi ruang tamu juga turut mengusap mata dengan tisu, pun demikian saya.
Terutama saat bu Iti dengan penuh isak mengatakan bahwa sudah 8 tahun saya menghadapi situasi sulit ini, apakah Tuti bisa bebas atau tidak.
Dari hari ke hari hanya doa dan tangis yang tak henti.
Dengan agak lirih, Bu Iti bergumam "saya ikhlas apapun yang terjadi, tapi insya Allah Tuti bisa pulang."
Air mata kami tak terbendung, sesenggukan bersautan.
Baca Juga : 4 Fakta di Balik Layar Film Dilan 1991, Iqbaal Ramadhan Ungkap Sisi Lain Karakter Dilan
Kami saling diam, jeda, menguatkan diri masing-masing dan mencoba terus menguatkan bu Iti.
Beban bu Iti makin berat ketika tahun lalu, ayahnya Tuti meninggal dunia karena sakit komplikasi dan juga beban pikiran tentang kasus Tuti.
Persis bu Iti kehilangan tempat bersandar.
Namun dalam kedukaan harus selalu semangat: saya harus sehat, biar Tuti tetap punya saya dalam menghadapi masalah ini, sambil terisak.
Saya harus kuat, katanya.
Kukatakan pada bu Iti, ibu perempuan kuat, pejuang.
Saya juga seorang ibu dari dua anak perempuan.
Saya belum tentu sekuat ibu jika berada pada posisi ibu.
Baca Juga : Critical Eleven, 11 Menit Paling Penting dalam Penerbangan, Waktu Paling Sering Terjadi Kecelakaan Pesawat
Setahun terakhir terasa sangat berat dilalui.
Sehari-hari ditemani adiknya Tuti yang sudah berkeluarga dengan seorang anak perempuan yang masih kecil, kira-kira seusia dengan Sakwa, anak kedua saya.
Cucunya itu merupakan pelipur lara.
Ibu Iti jarang berani keluar rumah karena stigma dan pertanyaan masyarakat seringkali menyakiti.
Jadi sudah dieksekusi ya?
Pertanyaan itu sering dilontarkan oleh beberapa orang.
Bu Iti selalu menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia masih terus berupaya dan Tuti masih rutin telpon sebulan 2 kali dari penjara.
Kemlu juga rutin telpon untuk mengabarkan perkembangan kasusnya.
Namun sebagian orang yang tanpa sensitifitas tidak puas dengan penjelasan itu dan mengatakan bahwa mereka baca dan melihat media menginfokan bahwa Tuti sudah dieksekusi.
Baca Juga : Ibunda Eko Patrio Meninggal Dunia Akibat Serangan Jantung
Hal itu yang membuat bu Iti trauma untuk keluar rumah.
Siang itu saat kami tengah ngobrol, telpon dari Arab masuk dan itu dari penjara.
Tuti memberi kabar bahwa dia sehat dan ibunya bercerita tentang kunjungan kami yang datang untuk memberikan dukungan.
Jam menunjukkan pukul 15.30 dan kami pamitan karena harus mengejar kereta terakhir ke Jakarta melalui stasiun Cirebon.
Dari Majalengka membutuhkan 2,5 jam plus 30 menit untuk makan siang yang lumayan udah telat.
Tiga toples kue kering dan air mineral yang dihidangkan di meja tamu rumah Tuti tak tersentuh sedikitpun karena semua orang larut pada kesedihan.
Cat dinding rumah warna pink jadi tidak nampak segar karena suasana.
Saat pamitan saya memeluknya lama, air matanya tumpah menjadi-jadi menetes di baju saya.
Baca Juga : Main Film Dilan 1991, Vanesha Prescilla Membiasakan Diri dengan Hair Extension
Yang kuat ya bu Iti, pemerintah tengah mengajukan PK, semoga dikabulkan.
Dan masyarakat sipil seperti kami juga bisa mengawal prosesnya dan mengambil peran people to people diplomacy.
Majalengka, 5 September 2018
Anis Hidayah"
Menanggapi kasus ini, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah melayangkan protes kepada Arab Saudi, dilansir dari Kompas.com.
Retno Marsudi telah memanggil Dubes Arab Saudi untuk Indonesia di Bali untuk membicarakan concern masalah eksekusi TKI.
Seharusnya, pelaksanaan eksekusi mati terhadap buruh migran dilakukan setidaknya setelah ada pemberitahuan kekonsuleran terhadap pemerintah di negara asal TKI.
Tuti Tursilawati merupakan tenaga kerja Indonesia asal Desa Cikeusik, Majalengka, Jawa Barat.
Tuti divonis mati oleh pengadilan di Arab Saudi pada Juni 2011 dengan tuduhan membunuh majikannya.
Nisma Abdullah, Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia yang mendampingi kasus itu sejak awal, mengatakan, pembunuhan itu tak disengaja lantaran Tuti membela diri dari upaya pemerkosaan majikannya.
Selama bekerja di rumah majikan itu, menurut Nisma, Tuti kerap mendapat pelecehan seksual hingga pemerkosaan.
(*)
Source | : | Kompas.com,Facebook Anis Hidayah,Twitter/Wahyu Susilo |
Penulis | : | Chandra Wulan |
Editor | : | Chandra Wulan |
Komentar