Laporan Wartawan Gridhot.ID, Septiyanti Dwi Cahyani
Gridhot.ID - Nama Baiq Nuril kini memang tengah ramai diperbincangkan di berbagai media.
Baiq Nuril Maknun atau yang lebih dikenal sebagai Baiq Nuril merupakan pegawai honorer di SMU 7 Mataram.
Baiq Nuril merupakan korban pelecehan seksual yang justru terancam masuk penjara.
Pada pertengahan 2017 lalu, Baiq Nuril sempat divonis bebas atas kasus pelanggaran UU ITE oleh PN Mataram.
Namun, kini Nuril harus menerima kenyataan pahit dan terancam masuk penjara lantaran MA mengabulkan kasasi Kejaksaan Tinggi NTB dengan vonis enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
Baca Juga : Hotman Paris Berhasil Temukan Celah Pada UU ITE untuk Bebaskan Baiq Nuril
Ironisnya, di tengah kedukaan yang dialami Baiq Nuril karena harus menerima kenyataan pahit, Muslim sang kepala sekolah justru mendapat promosi kenaikan jabatan.
Publik pun merasa prihatin dan simpati dengan apa yang dialami Baiq Nuril.
Sejumlah lembaga juga turut mendampingi Nuril.
Seperti Paguyuban Korban UU ITE (PAKU), Jaringan Relawan Penggerak Kebebasan Berekspresi Online dan Hak Digital se-Asia Tenggara atau (SAFEnet), Komnas Perempuan, Jaringan Pradilan Bersih (JEPRED) dan kelompok NGO se-NTB yang tergabung dalam Save Nuril.
Selain itu, ada banyak pihak yang turut memberikan dukungan serta mempertanyakan ketidakadilan kasus Baiq Nuril ini.
Mulai dari Stand Up Comedyan Ernest Prakasa, pengacara kondang sekelas Hotman Paris hingga media asing pun turut menyoroti kasus yang menimpa Baiq Nuril.
Ernest Prakasa menyuarakan tuntutan ketidakadilannya pada kasus Baiq Nuril melalui cuitannya di akun Twitter pribadinya.
Sementara Hotman Paris terus memantau kasus Baiq Nuril dan berusaha menemukan titik terang dari Florence Itali.
Media asing yang turut menyoroti kasus yang menimpa perempuan asal NTB ini adalah The Guardian.
Berita tentang Baiq Nuril itu ditayangkan pada Kamis (15/11/2018).
Baca Juga : Deretan Fakta Kasus Baiq Nuril Maknun: dari Tagar #SaveIbuNuril Hingga Minta Keadilan Pada Presiden
Kasus yang menimpa Baiq Nuril ini dinilai sebagai bentuk ketidakadilan hukum pada perempuan.
Di mana para korban yang mengalami pelecehan seksual justru ditindak sebagai pelaku kriminal saat mereka berusaha melawan pelecehan tersebut.
Hal ini seperti yang dikatakan Direktur Eksekutif Amnesty Indonesia, Usman Hamid.
"Tampaknya seorang wanita dikriminalisasi hanya karena mengambil langkah untuk melawan pelecehan seksual yang ia alami.
Ini adalah bentuk parodi yang menceritakan korban pelecehan justru dihukum..." ujar Usman sebagaimana dikutip dari The Guardian.
Baca Juga : Tak Tahu Ibunya Akan Dipenjara, Anak Baiq Nuril: Pak Jokowi, Jangan Suruh Ibu Saya Sekolah Lagi
Sementara itu, Maidina Rahmawati yang berasal dari Lembaga Reformasi Peradilan Pidana mengatakan bahwa keputusan itu dapat digunakan untuk menghalangi korban lain melaporkan pelanggaran di masa depan.
"Kasus ini adalah contoh bagaimana hukum yang terlalu kabur, sehingga dapat digunakan terhadap perempuan yang rentan dan berusaha melindungi diri mereka sendiri", ujar Maidina.
The Guardian juga mengatakan bahwa sepertiha wanita Indonesia telah mengalami kekerasan fisik atau seksual.
Hal ini berdasarkan pada survei Pemerintah yang dirilis tahun lalu.
Sebagai tambahan informasi, kasus Nuril bermula dari gangguan kepala sekolah di tempatnya bekerja, yakni SMU 7 Mataram.
Nuril merekam cerita perselingkuhan kepala sekolah dengan bendaharanya menggunakan telepon genggam.
Salah satu temannya, menyalin percakapan tersebut dan kemudian menyebarkannya ke publik.
Hal itulah yang kemudian membuat kepala sekolah merasa geram dan memberhentikannya sebagai pegawa honorer di sekolahnya.
Tak sampai di situ saja, kepala sekolah juga melaporkan Nuril ke polisi terkait UU ITE pada tahun 2016 silam.
Kini, tim penasihat hukum Baiq Nuril akan mengajukan PK (Peninjauan Kembali) terhadap putusan kasasi MA yang menyatakan Nuril bersalah dan melanggar pasal 27 ayat 1 UU ITE.
"Kami persiapkan menempuh peninjauan kembali atau PK.
Hanya itu saja upaya yang bisa kita lakukan", terang tim penasihat hukum Baiq Nuril, Joko Jumaidi kepada Kompas.com pada Rabu (14/11/2018).
Hal ini dilakukan karena Joko yakin bahwa kliennya kali ini tidak bersalah, melainkan korban.
#SaveIbuNuril. (*)