Find Us On Social Media :

Viral Kisah Dimas Tri Wibowo, Anak Indonesia yang Terancam Dideportasi Australia Karena Autisme yang Diidapnya

Petisi online Dimas Tri Wibowo

Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati

GridHot.ID - Kisah pilu dialami oleh seorang anak Indonesia yang menetap di Australia.

Pasalnya, bocah bernama Dimas Tri Wibowo yang kini berusia 14 tahun itu terancam dideportasi dari Australia.

Bukan karena catatan kriminal, namun Dimas Tri Wibowo terancam dideportasi hanya karena penyakit Autisme yang diidapnya.

Baca Juga: Kisah Rizky Oktaviana, TKI yang Membuat Australia Merubah Aturan Kerja

Kisah pilu Dimas pertama kali dibagikan oleh seorang professor bernama Cameron Gordon.

Hal ini seperti dikutip GridHot.ID dari laman Change.org.

Cameron Gordon menggalang petisi online bagi Dimas Tri Wibowo yang terancam dideportasi.

Baca Juga: Penembakan Brutal Terjadi di Klub Malam Australia, Empat Orang Jadi Korban

Ibunda Dimas, Yuli Rindyawati merupakan salah satu mahasiswa Cameron Gordon di Universitas Canberra, Australia.

"Yuli adalah salah satu mahasiswa doktoral saya yang paling bertanggung jawab dan paling cakap serta sudah memiliki ikatan yang dalam dengan masyarakat setempat," tulisnya dalam petisi online tersebut.

Cameron Gordon mengenal Yuli beserta keluarganya secara personal.

Dimas sendiri dibawa Yuli ke Australia saat usianya baru 3 tahun.

Baca Juga: Ketika Pesawat Pembom Indonesia Sasar Australia Sekaligus Malaysia, Tak Ada yang Bisa Menghentikannya

Kini, saat Dimas telah beranjak remaja, Autisme yang diidap berangsur-angsur menunjukkan gejala positif.

Bahkan, Dimas telah menerima surat penawaran kerja untuk bekerja sebagai asisten toko yang merupakan pekerjaan berbayar. 

Dimas akan mulai pekerjaannya setelah lulus pada 2021. 

Baca Juga: Cut Tari Putuskan Tinggal di Australia Usai Kasus Video Panasnya, Intip Rumah Mungilnya di Sydney

Dia sudah diajarkan keterampilan terkait pekerjaan untuk memberdayakannya dan meningkatkan potensinya untuk pekerjaannya di masa depan sehingga dia bisa mendapatkan penghasilan sendiri. 

Hal ini menunjukkan bahwa Dimas tidak akan tergantung pada dukungan pemerintah Australia, melainkan dia akan berkontribusi dengan menjadi bagian dari angkatan kerja dan menjadi pembayar pajak.

Untuk mempersiapka masa depan Dimas, Yuli mengajukan permohonan visa permanen putranya.

Tapi pengajuan ini ditolak oleh Departemen Imigrasi Australia. 

Baca Juga: Pengakuan Eggboy Mark Connolly Usai Timpuk Senator Australia Pakau Telur : 'Muslim Bukan Teroris'

"Kondisi autisme Dimas tidak memenuhi Kriteria Kepentingan Publik (PIC) dari Peraturan Imigrasi," tulis Cameron Gordon dalam petisinya.

Dimas diangap akan membebani pemerintah Australia dengan kondisinya.

Padahal, menurut catatan medis, Autisme yang diderita Dimas telah membaik.

Baca Juga: Ketika Australia Berencana Menyerbu Jakarta Namun Malah Ketakutan Gegara Ancaman Kapal Selam TNI AL

Sementara itu, dikutip GridHot.ID dari Antara, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Sitti Hikmawatty meminta Australia menerima pengajuan visa permanen Muhammad Dimas Tri Wibowo (14 tahun) untuk tinggal di negara tersebut meski memiliki kebutuhan khusus.

"KPAI meminta pemerintah Australia menghormati Konvensi Hak Anak (KHA) 1990 sehubungan dengan upaya orang tua Dimas dalam usahanya memberikan yang terbaik bagi anaknya yang memiliki kebutuhan khusus," kata Hikmah dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (7/6/2019).

Desakan oleh Hikmah itu seiring pengajuan petisi daring Cameron Gordon, seorang profesor di Australian National University (ANU) kepada Menteri Imigrasi, Kewarganegaraan, Layanan Migran dan Urusan Multikultural Australia agar menganulir keputusan penolakan visa tinggal permanen untuk Dimas.

Dimas sebagai WNI juga terancam dideportasi buntut dari penolakan oleh pihak imigrasi itu.

Baca Juga: Salahkan Imigran Muslim Atas Insiden Penembakan Masjid Chirstchurch, Senator Australia Dilempar Telur oleh Seorang Remaja

KPAI, kata dia, memberikan apresiasi Gordon yang peduli dengan keadaan Dimas serta keluarganya.

Hikmah mengatakan, sesuai Konvensi Hak Anak tahun 1990 menitikberatkan pertimbangan Kepentingan Terbaik Anak adalah bagian yang harus dipenuhi negara-negara yang meratifikasi konvensi itu, termasuk Indonesia dan Australia.

"Kami memahami kekhawatiran pemerintah Australia atas autisme ananda Dimas dimasukkan dalam kriteria 'Public Interest Criteria' (PIC), yang berbiaya signifikan terhadap layanan kesehatan dan masyarakat Australia," kata dia.

Baca Juga: Duel Udara Sengit! Hawk 109/209 TNI AU Pernah Nyaris Tembak Jatuh F-18 Australia

Namun, kata Hikmah, pemerintah Australia seharusnya mempertimbangkan juga upaya orang tua yang mempersiapkan Dimas agar menjadi individu yang mandiri.

Menurut dia, setiap pihak agar mendukung upaya orang tua yang juga menyiapkan Dimas untuk tidak membebani pembayar pajak di Australia.

Bagaimanapun, kata dia, setiap pihak berkeinginan agar Dimas dapat hidup mandiri. Tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya hidup tidak normal sehingga upaya orang tua Dimas perlu menjadi pertimbangan khusus.

Autisme, lanjut dia, bukanlah sebuah tragedi. Akan tetapi, justru pengabaian dan penolakan itulah tragedi yang sesungguhnya.

Baca Juga: Koar-koar, Media Australia Sebut TNI Gunakan Senjata Kimia Guna Buru KKB Papua

"KPAI akan berkoordinasi dengan kedutaan dan memberikan dukungan perjuangan Ibu Yuli, orang tua Ananda Dimas," ujarnya.