Find Us On Social Media :

Pengakuan Mon, Perempuan Indonesia yang di Jual ke China, Ditelanjangi Karena Tak Mau Diajak Berhubungan Badan

Korban kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Mon (kedua kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers, di Jakarta, Sabtu (23/6/2019).

Gridhot.ID - Sebanyak 29 orang perempuan dari Kalimantan Barat dan Jawa Barat menjadi korban perdagangan manusia ke China.

29 Orang perempuan itu direkrut oleh yang mereka sebut 'Mak Comblang.'

Dengan iming-iming uang banyak, para perempiuan itu tergiur untuk pergi ke China karena akan dijodohkan dengan pria kaya di sana.

Mengutip Kompas.com, Rabu (26/6/2019) salah satu korban adalah Mon yang terbuai janji manis teman perempuannya yang baru ia kenal di medsos.

Baca Juga: Iver Huitfeldt Class, Calon Kapal Perang Raksasa Indonesia Paling Canggih dan Terbesar di Asia Tenggara

Ia tergiur jebakan maut Mak Comblang karena dijanjikan bakal dinikahi oleh pria kaya asal China.

Saat itu kira-kira September 2018, Mon dan teman barunya itu bertemu di Singkawang, Kalimantan Barat.

Ia lantas diajak ke rumah teman barunya untuk dikenalkan dengan dua pria keturunan China.

Akan tetapi Mon menolak.

Baca Juga: Beruntung Atau Buntung, Kisah Kaisar China yang Wajib Meniduri 121 Perempuan Muda Hanya dalam Tempo 15 Hari

"Cowok yang satu sudah tua dan yang kedua agak-agak idiot gitu," ujar Mon di kantor LBH Jakarta, Minggu (23/6/2019).

Besoknya Mon dipertemukan lagi dengan seorang pria asal China lainnya berumur 28 tahun bernama Hao Tengfei.

Lantas Mon setuju untuk dinikahkan dengan pria tersebut dengan janji ia bakal dibelikan emas dan dikirimi uang setiap bulan untuk orang tuanya yang tinggal di Kecamatan Sompak, Kabupaten Landak, Kalbar.

"Saya diimingi-imingi uang, dibelikan emas, dikirimi uang ke orangtua, hidup berkecukupan, diperlakukan baik, bahkan kalau mau pulang ke kampung akan diurus," tutur Mon.

Usai itu Mon dan Hao Tengfei bertunangan.

Baca Juga: Netizen Malaysia Komentari Kabar Krisdayanti Suntik DNA Ikan Salmon: 10 Tahun Lagi Jadi Sushi

"Saat kami tukar cincin itu di tempat rias. Saya juga menerima uang Rp 19 juta. Lalu saya dan si mak comblang itu dibawa ke sebuah rumah dengan membawa surat nikah," katanya.

Anehnya tak ada upacara pernikahan layaknya pasangan suami-istri.

Mon tiba-tiba saja menerima buku nikah dan surat catatan sipil dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Mempawah pada 12 September 2018.

18 Desember 2018, Mon diboyong suami ke China dan tinggal di sana.

"Saya hanya tahu tinggal di daerah pegunungan," kata Mon.

Baca Juga: Geger Tryout CPNS Serentak di Seluruh Indonesia, BKN Angkat Bicara

Beberapa hari menetap di rumah mertua, Mon disuruh kerja merangkai bunga dari jam 7 pagi hingga 7 malam tanpa upah sekalipun.

"Itu upah kerja saya, tidak dikasih barang Rp 100 perak pun," ujarnya.

Mon tak bisa menolak permintaan mertuanya, kalau membangkan ia akan dipukul suaminya dan tak diberi makan sampai berhari-hari.

"Kalau saya melawan, tidak dikasih makan dua hari. Makanan saya diumpetin sama mertua. Saya dipukuli suami sampai biru-biru, ditinju pakai tangan," ungkapnya.

Mon pun kena tipu mentah-mentah setelah tahu suaminya bukanlah pengusaha melainkan hanya seorang kuli bangunan.

Bahkan ketika haid pernah Mon dipaksa untuk berhubungan seks dengan suami namun ia tak mau.

Karenanya Mon ditelanjangi untuk membuktikan jika ia sedang datang bulan.

Baca Juga: Bongkar Borok Galih Ginanjar, Kakak Fairuz A Rafiq Sebut Mantan Adik Iparnya Masih Ngutang Rp 95 Juta

"Saat itu saya sedang menstruasi, saya tidak mau melayani suami saya. Tapi saya dimarahi mertua dan disuruh telanjang untuk buktikan sedang haid," lanjutnya kemudian.

Tak kerasaan disiksa terus menerus, Mon mencoba menghubungi si mak comblang agar dipulangkan saja ke Indonesia tapi hasilnya nihil.

"Tidak bisa dihubungi," ujarnya.

Sejak dikenalkan dengan Hao Tengfei dan dua bulan tinggal di China, Mon tak memberi tahu orangtuanya di kampung karena dilarang oleh si "mak comblang". Barulah pada Oktober 2018, dia berani mengontak ayah-ibunya.

Apalagi setelah Mon tahu ayahnya meninggal dunia, ia bertekad kabur.

"Saya stop bus yang lewat. Turun di terminal bus Wuji. Terus saya stop taksi minta diantar ke kantor polisi setempat. Saat itu saya tidak bawa paspor," tuturnya.

"Saya sampai di kantor polisi di Provinsi Hebei. Tapi saya malah ditahan dan ditanya ngapain di sini. Saya bilang, saya menikah tapi tidak bawa paspor. Saya bilang tolong hubungi KBRI," lanjutnya.

Seorang staf KBRI lantas menyambangi Mon di kantor polisi dan wanita muda itu menceritakan semuanya.

Polisi juga lantas tahu alasan Mon kabur, mereka segera memanggil suami Mon.

"Polisi lalu panggil suami saya dan disuruh balikin paspor saya. Tapi saya malah dibawa ipar saya ke sebuah apartemen di Wuhan," katanya.

Di Wuhan, Mon kembali kabur dan menghubungi anggota Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Mahadir. Di sana, dia dibantu mengurus kepulangan ke Indonesia. "Saya baru tiba di Indonesia kemarin siang," katanya.

Sementara itu Sekretaris Jenderal SBMI Bobby Alwi berharap polisi mampu membongkar sindikat perdagangan orang di Kalimantan Barat, terutama para perekrut di dalam negeri.

"Kalau jaringan di sini bisa dimatikan, mak comblang atau agen perekrut itu juga akan mati dengan sendirinya," ujar Bobby.

Bobby berharap, pemerintah daerah gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya kawin kontrak dengan warga negara asing.

"Kalau hanya upaya penanganan, kami kerepotan. Yang harus diperkuat pencegahan lewat sosialisasi kepada masyarakat," katanya. (*)