Banyak warga miskin yang terjebak isu ekonomi menjadi korban kebijakan ini.
Awalnya para kontraktor enggan memperkerjakan wanita untuk memotong tebu karena mengurangi produktivitas mereka di tiap masa menstruasi.
Hingga akhirnya ada sekelompok wanita yang putus asa ingin bekerja di perusahan tersebut dan memutuskan menganggakat rahim mereka demi pekerjaan.
Sampai-sampai ada satu desa yang berisi para wanita tanpa rahim hasil dari kebijakan ini.
Sebagian besar dilakukan para wanita yang menikah muda dan sudah mempunyai anak.
Ditambah lagi kurangya dokter yang memberitahu terkait resiko melakukan pengangkatan rahim.
Padahal, ada resiko yang sangat berbahaya jika melakukan hal tersebut.