Find Us On Social Media :

Pernah Pecat Dokter Terawan, IDI Sekarang Tentang Kepemimpinan Sang Menteri Kesehatan, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Beri Penjelasan

Presiden Joko Widodo telah melantik MayJend dokter Terawan Agus Putranto menjadi Menteri Kesehatan pada Rabu (23/10/2019).

Laporan Wartawan Gridhot.ID, Candra Mega

Gridhot.IDDokter Terawan Agus Putranto resmi menjabat sebagai Menteri Kesehatan di Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024.

Dikutip dari Kompas.com, Terawan merupakan sosok yang sempat menjadi kontroversi.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sempat memberikan sanksi kepada Terawan yaitu berupa pemecatan dari keanggotaan selama 12 bulan.

Baca Juga: Disebut Bakal Jadi Wakil Menteri Nadiem Makarim, Inilah Sosok Angela Tanoesoedibjo, Putri Pertama Hary Tanoesoedibjo yang Dulu Kuliah di Luar Negeri

Keputusan IDI tersebut diambil setelah sidang Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI yang menilai Terawan melakukan pelanggaran etika kedokteran.

"Bobot pelanggaran Dokter Terawan adalah berat, serious ethical missconduct. Pelanggaran etik serius," kata Prio Sidipratomo, Ketua MKEK IDI dalam surat PB IDI yang ditujukan kepada Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Seluruh Indonesia (PDSRI) tertanggal 23 Maret 2018 seperti dikutip dari Tribunnews.com.

Sanksi tersebut muncul akibat metode 'cuci otak' yang dilakukan oleh dokter Terawan selama ini.

Baca Juga: Padahal Baru Saja Diangkat, Selir Raja Thailand Langsung Dicabut Gelarnya, Disebut Terlalu Iri dan Bisa Buat Kerajaan Pecah

Metode tersebut dianggap memiliki resiko keamanan yang sangat tinggi.

Lantaran hal tersebut, terpilihnya Terawan sebagai Menteri Kesehatan mengundang polemik.

IDI menolak Mayjen TNI itu menduduki kursi nomor satu di Kementerian Kesehatan RI.

Baca Juga: Usai Dilantik Kembali Jadi Menteri, Foto Basuki Hadimuljono Bersalaman dan Beri Selamat pada Diri Sendiri Jadi Viral di Twitter

Kendati demikian, Ketua Umum IDI dr Daeng M Faqih mengharapkan agar polemik terkait Terawan tidak dilanjutkan dan menyerahkannya untuk diurus oleh internal organisasi profesi tersebut.

"Tidak usah bicara ke belakang. Itu persoalan di belakang, sudah lama persoalan itu."

"Tidak ada keperluan pihak eksternal untuk tahu tentang itu karena itu masalah internal," ujar Daeng ketika ditemui Antara di Kantor IDI di Jakarta pada Kamis (24/10/2019).

Baca Juga: Di Negeri Sendiri Dicari, Di Pelarian Dihormati, Jadi Buronan Polisi Indonesia Karena Berstatus Tersangka Provokasi Kerusuhan Papua, Veronica Koman Diam-diam Dapat Penghargaan HAM di Australia

Sebelumnya, Terawan sempat membantah dan mengatakan bahwa dia tidak pernah sekalipun mengiklankan metode 'cuci otak'.

Terapi itu merupakan salah satu metode Digital Subtracion Angiography (DSA) yang bertujuan mendiagnosis pembuluh darah untuk mengetahui penyakit pasien dan menentukan pengobatan yang tepat.

Metode itu sendiri sudah diuji dalam disertasi bekas Kepala RSPAD Gatot Subroto itu di Universitas Hasanuddin Makassar pada 2016. 

Baca Juga: Prabowo Subianto Bakal Jadi Menteri Pertahanan Jokowi, Juru Bicara PA 212: Pengkhianatan yang Dilakukan oleh Prabowo dan Gerindra

Tapi beberapa pakar menilai metode tersebut masih perlu kajian ilmiah secara mendalam.

Permasalahan kode etik, ujar dr Daeng, tidak ada kaitannya dengan terpilihnya seseorang menjadi pejabat publik.

IDI sendiri, kata dia, tetap menghargai dan menghormati keputusan Presiden Joko Widodo untuk mengangkat  Terawan menjadi Menkes dalam Kabinet Indonesia Maju.

Baca Juga: Berstatus Mantan Jendral Senior Prabowo, Menteri Agama yang Baru Dilantik Tuai Cibiran Karena Bukan Seorang Kiai, Fachrul Razi: Saya Bukan Menteri Agama Islam

Daeng mengatakan semua orang harus berpikiran maju ke depan untuk mengatasi permasalahan pelayanan kesehatan yang menghantui Indonesia dan bukannya mengurus isu masa lalu.

"Di negara ini banyak persoalan terkait pelayanan kesehatan, jadi sekarang yang dipupuk ke depan itu kolaborasi."

"Semua pemangku amanah, Kementerian Kesehatan, organisasi profesi, lembaga terkait pelayanan kesehatan berkolaborasi kalau mau menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan," kata dia.

(*)