Pada masa itu, ada anggapan bahwa perempuan yang telah menikah berkali-kali (dua hingga empat kali) bukan sesuatu yang fantastis.
Barangkali salah satu alasannya, rata-rata perempuan di Batavia mempunyai kecenderungan berusia lebih panjang ketimbang suami mereka.
Lagipula, pada kenyataannya bagaikan suratan nasib, hanya sekitar sepertiga lelaki pegawai kompeni yang bisa menjejakkan kembali ke tanah kelahiran.
Para nyonya punya keleluasaan berbisnis, lantaran para suami mereka yang bekerja sebagai pegawai VOC dilarang melakukan perdagangan pribadi.
Peraturan ini diberlakukan sangat ketat sehingga para nyonya memainkan peranan penting dalam kiprah menimbun kekayaan.
Mereka, nyonya-nyonya besar, terlibat langsung dalam jaringan bisnis dagang pribadi.
Bahkan, tak sedikit yang menjadi makelar wisma mewah, sampai sebagai rentenir yang meminjamkan uang kepada orang-orang Cina di Batavia.
Salah satu dari sekian kisah perempuan yang telah menikah beberapa kali dan sukses menjadi orang kaya adalah Maria van Aelst, janda yang ditinggal mati para suaminya.