Laporan Wartawan Gridhot.ID, Desy Kurniasari
Gridhot.ID - Belakangan santer terdengar kabar mengenai menghilangnya Harun Masiku yang terlibat kasus suap.
Status Harun Masiku kini telah berubah dari saksi kunci menjadi tersangka.
Dilansir Gridhot dari Kompas.com, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyatakan, tanpa kehadiran buron yang kini tersangka, yakni Harun Masiku, kasus suap penentuan anggota DPR dari PDI-P tetap bisa diungkap.
Ia mengatakan, meskipun berstatus tersangka, kesaksian Harun tidak mengikat.
Dengan demikian, KPK juga bisa menggali keterangan dari kesaksian para saksi dan tersangka lainnya.
"Jadi Harun Masiku itu tersangka. Keterangan yang bersangkutan untuk sendiri sebenarnya tidak mengikat. Kita bisa menggali keterangan dari saksi lain."
"Untuk tiga tersangka yang sekarang ada, saya kira bisa lebih dari cukup untukmembawa kasus ini ke persidangan," ujar Alex di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/2/2020).
Kendati demikian, ia menegaskan akan tetap mencari Harun Masiku.
"Untuk Harun Masiku kita tetap mencari. Sekarang kita masih mencari koordinasi dengan kepolisian tanpa batas waktu lah," lanjutnya.
Eks caleg PDI-P Harun Masiku yang diduga terlibat kasus suap yang juga melibatkan eks komisioner KPU, Wahyu Setiawan, hingga kini masih buron.
Melansir Wartakotalive.com, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, menilai Kapolri Jenderal Idham Azis sudah saatnya mengeluarkan perintah tembak di tempat terhadap Harun Masiku.
Hal ini dimaksudkan agar anggota Polri bisa dengan serius menangkap politisi Partai Demokrat yang lompat ke PDI-P itu dalam keadaan hidup ataupun mati.
IPW menilai, sikap tegas perlu dilakukan Polri setelah Kapolri menyatakan sudah menyebar Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap Harun Masiku ke-34 Polda dan 504 Polres di seluruh Indonesia.
"Sebab meskipun sudah menyebarkan DPO ke semua penjuru tanah air tapi anggota Polri tak kunjung bisa menangkap Harun."
"Jadi sudah saatnya Kapolri perintahkan tembak ditembak terhadap Harun Masiku," kata Neta kepada Warta Kota, Sabtu (8/2/2020).
Untuk itu, katanya Polri harus bisa bersikap lebih tegas lagi dengan memerintahkan kepada seluruh anggotanya untuk melakukan tembak di tempat, hidup atau mati.
"Tujuannya agar Harun keluar dari persembunyiannya. Dengan adanya perintah tembak di tempat ini Harun pasti berpikir dua kali untuk tetap bersembunyi," katanya.
Bagaimana pun, kata Neta, berbagai manuver politik yang dilakukan Harun selama ini, adalah untuk mempertahankan hidup dan melanggengkan eksistensi maupun karir politiknya.
Manuver politik yang dilakukan Harun Masiku antara lain pindah partai, berusaha masuk DPR, hingga bersembunyi dari kejaran KPK.
Sejak OTT pada Rabu (8/1/020) lalu terhadap Komisioner KPU, Harun tenggelam bak ditelan bumi.
Karenanya, kata Neta, IPW mendesak Polri agar bekerja cepat membantu KPK untuk segera menangkap Harun.
"Sebab sudah sebulan Harun belum tertangkap dan masih bebas berkeliaran di luar."
"Akibatnya, proses pengungkapan kasus suap yang diduga melibatkan Komisioner KPU itu menjadi terhambat gegara saksi kuncinya belum juga tertangkap," ujarnya.
Menurut Neta, mengingat Harun adalah saksi kunci, bukan mustahil ada pihak yang berusaha menghabisi nyawanya agar kasus suap di KPU tidak terungkap.
Untuk itu menurutnya Polri perlu melindungi Harun.
"Salah satunya adalah dengan perintah tembak di tempat agar Harun mau segera menyerahkan diri atau keluar dari tempat persembunyiannya,"
"Dan kemudian diamankan serta diserahkan ke KPK agar kasusnya terselesaikan dengan tuntas dan nyawa Harun terselamatkan dari pihak-pihak yang hendak menghabisinya," ujar Neta.
Sebelumnya, KPK telah memasukkan Harun ke dalam DPO.
Namun, Ketua KPK, Firli Bahuri tidak menjelaskan lebih lanjut sejak kapan Harun ditetapkan menjadi DPO.
Sebagai informasi, KPK menetapkan Harun Masiku sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya.
Mereka ialah Komisioner KPU, Wahyu Setiawan; eks anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina; dan Saeful (swasta).(*)