Find Us On Social Media :

Berjiwa Petualang, Cucu John D. Rockefeller Hilang Secara Misterius Saat Injakkan Kaki ke Tanah Papua, Miliader Amerika Itu Kabarnya Dibunuh dan Dimakan Suku Pedalaman

Michael Rockefeller dalam perjalanan pertamanya ke New Guinea pada Mei 1960.

Gridhot.ID - Anak konglomerat Amerika Serikat, Michael Clark Rockefeller ternyata gila berpetualang.

Lahir tahun 1938, Michael adalah anak bungsu gubernur New York dan Wakil Presiden Amerika Serikat Nelson Rockefeller.

Kakek buyut Michael adalah John D. Rockefeller, salah satu pria terkaya yang pernah ada.

Baca Juga: Ke Yokohama Jepang, Susi Pudjiastuti Ketemu Keluarga Miliarder yang Berperan Besar di Balik Berdirinya Freeport Papua, Bukan Konglomerat Kaleng-kaleng

Sebenarnya sang ayah berharap Michael mengikuti jejaknya dengan membantu mengelola bisnis keluarga.

Namun Michael merupakan orang dengan jiwa tenang dan artistik.

Setelah lulus dari Harvard tahun 1960, ia ingin melakukan sesuatu yang lebih mengasyikkan daripada duduk di ruang rapat.

Baca Juga: Jadi Orang Nomor Satu di TNI AD, Andika Perkasa Ternyata Tak Dikenali Keluarga Bawahannya, KSAD Hanya Dianggap Orang Biasa Saat Bertamu ke Rumah Serda Yulianus Bouway di Papua

Ia memutuskan untuk mencari 'seni-primitif', sebuah istilah yang tidak lagi digunakan untuk seni non-Barat, khususnya yang berasal dari masyarakat adat.

Michael melakukan banyak perjalanan mulai dari Jepang hingga Venezuela selama berbulan-bulan, akhirnya ia memulai ekspedisi antropologis ke tempat yang tidak banyak dilihat orang.

Ia bicara dengan perwakilan dari Museum Etnologi Nasional Belanda dan melakukan perjalanan kepanduan dengan apa yang disebut Nugini Belanda.

Baca Juga: Masih Berkeliaran di Australia, Veronica Koman Berani Bongkar Identitas Oknum PNS Papua yang Jadi Pelaku Pemerkosaan Siswi SMA di Jakarta, Lantang Sebut Pejabat Bumi Cendrawasih Predator

Sebuah pulau besar di lepas pantai Australia (sekarang masuk Provinsi Papua, Indonesia) untuk mengumpulkan seni dari orang suku Asmat yang tinggal di sana.

Melansir All That's Interesting, Michael dan tim peneliti dokumenter pergi ke Nugini Belanda.

Meski otoritas kolonial Belanda dan misionaris telah lama berada di sana, suku Asmat belum melihat orang kulit putih.

Baca Juga: Diduga Heli Milik TNI AD yang Hilang Kontak di Papua, Foto Bangkai MI-17 Beredar di Dunia Maya, Kini Tinggal Puing-puing, Padahal Pesawat Buatan Rusia Ini Kerap Digunakan Kongko-kongko Prajurit di Bagian Belakangnya

Kontak terbatas dengan dunia luar membuat suku Asmat percaya tanah di luar pulau mereka dihuni oleh arwah, sehingga ketika orang kulit putih datang dari seberang lautan mereka melihatnya sebagai semacam makhluk gaib.

Michael dan timnya akhirnya menjadi sesuatu yang menarik dan ingin diketahui oleh Otsjanep, tempat salah satu komunitas utama Asmat di pulau itu.

Tim Michael juga bukanlah sesuatu yang sepenuhnya disambut.

Baca Juga: Jika Bukan Karena Amerika Serikat, TNI Sebenarnya Mampu Tumpas KKB Papua dalam Hitungan Detik, Langkah Heli Apache Serbu Markas Kelompok Bersenjata Terhalang Karena Hal Ini

Suku Asmat memperbolehkan tim fotografi beraksi, tapi tidak mengizinkan peneliti kulit putih membeli artefak budaya.

Ia tidak terlalu terpengaruh dengan hal itu tapi lebih memikirkan kondisi 'biasa' terjadi.

Pada saat itu, perang antar suku adalah hal biasa dan Michael mengetahui pejuang Asmat akan mengambil kepala musuh mereka dan memakan daging mereka.

Baca Juga: Nyawa Jadi Taruhan, Herlina Kasim Berani Menyusup ke Rimba Raya Papua, Rela Merangkak di Bawah Hujan Peluru Demi Merebut Irian Barat dari Belanda

Misi kepanduan selesai dan ia menulis rencananya untuk membuat studi antropologis rinci tentang Asmat dan memajang koleksi seni mereka di museum ayahnya.

Tahun 1961 Michael berangkat sekali lagi ke Papua ditemani Rene Wassing, antropolog pemerintah.

Ketika kapal mendekati Otsjanep pada 19 November 1961, tiba-tiba terjadi badai yang membalikkan kapal.

Baca Juga: Sarang Persembunyiaannya Diobrak-abrik TNI, KKB Papua Lancarkan Serangan Balas Dendam, Nahas Bukannya Menang, 2 Pemberontak Justru Tewas Ditembak Mati

Wassing menempel di lambung kapal yang terbalik.

Disebutkan mereka berada 12 mil dari pantai dan Michael berkata pada Wassing, "Saya pikir saya bisa melakukannya," dan melompat ke air.

Michael tidak pernah terlihat lagi.

Baca Juga: Menari-nari di Atas Kematian 9 Anggota TNI, Egianus Kogoya Minta Jokowi Tarik Aparat dari Nduga, KKB Papua Sebut Tewasnya Hendrik Lokbere Tanda Kekalahan Selama 1 Tahun Perang

Keluarganya mengerahkan segala cara mencari Michael, mulai dengan kapal hingga helikopter, menjelajahi daerah itu.

Bahkan Nelson Rockefeller dan istrinya ikut terbang ke Papua mencari anak mereka, tapi tubuh Michael tak ditemukan.

Penyebab kematiannya secara resmi dinyatakan akibat tenggelam.

Baca Juga: Sombong Bukan Main, KKB OPM Sesumbar Punya Pasukan Mata-mata Bernama Papua Intelligence Service, Tapi Saat Markasnya Dibumihanguskan Brimob Polri, Mereka Tak Bisa Berbuat Apa-apa

Michael Rockefeller dinyatakan mati secara hukum pada 1964.

Hilangnya anak konglomerat itu secara misterius menjadi sensasi dan rumor yang menyebar.

Beberapa mengatakan ia dimakan hiu saat berenang ke pulau, beberapa percaya ia dibunuh dan dimakan orang-orang suku Asmat.

Baca Juga: Bulat Tekad Wentius Nimiangge untuk Mundur dari Jabatannya, Hendrik Lokbere yang Dituding KKB Papua Dibunuh TNI Ternyata Sopir Sekaligus Ajudan Sang Wakil Bupati Nduga: Saya Kecewa Terus, Lebih Baik Jadi Masyarakat Biasa Daripada Saya Pusing

Sementara, yang lain berspekulasi ia tinggal di suatu tempat di hutan Papua, melarikan diri dari kurungan kekayaan.

Kasusnya dibuka kembali. Tahun 2014 reporter National Geographic Carl Hoffman mengungkap dalam bukunya Savage Harvest: A Tale of Cannibals, Colonialism and Michael Rockefeller’s Tragic Quest for Primitive Art, menghasilkan bukti bahwa Michael dibunuh suku Asmat.

Mereka mengetahuinya dari misionaris yang tinggal di sana selama bertahun-tahun mengarah pada kesimpulan tengkorak yang diklaim suku Asmat milik Michael.

Baca Juga: Acungkan Panah, Leus Murib, Aparat Kampung Distrik Kuyawage Berani Usir KKB Papua Pimpinan Egianus Kogoya, Sempat Berontak Tapi Pikir Dua Kali untuk Kontak Senjata

Namun laporan itu terkubur dalam file rahasia dan tidak diselidiki lebih lanjut dan kabar ini tidak disampaikan oleh Belanda.

Kenapa? Karena tahun 1962 Belanda kehilangan setengah pulau itu ke Indonesia, mereka takut jika diyakini bahwa mereka tidak bisa mengendalikan penduduk asli maka akan segera digulingkan.

Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul: "Kisah Anak Konglomerat AS yang Gila Petualangan, Hilang Secara Misterius di Papua, Ada yang Mengatakan Dia Dibunuh dan Dimakan Suku Pedalaman."

(*)