"Kalau gara-gara berbohong presiden dijatuhkan mungkin tidak akan ada presiden di republik ini," kata Refly mengawali pembahasan, seperti dikutip Sosok.ID, Selasa (12/5).
"Kadang-kadang berbohong itu juga penting untuk kebaikan, pemimpin kadang-kadang harus berbohong bukan karena ia ingin berbohong untuk hal-hal buruk, tergantung situasinya" ungkapnya.
Menurut Refly, kebohongan presiden pasti didasari atas hal-hal yang baik untuk masyarakat, misalkan untuk membakar semangat orang-orang yang dipimpinnya.
Lebih lanjut Refly menjelaskan, proses pemberhentian presiden saat ini tidak semudah era Soekarno.
Mulanya Refli menjelaskan mengenai UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 169 huruf j yang berbunyi:
"Yang dimaksud dengan "tidak melakukan perbuatan tercela" adalah tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma susila, dan norma adat, seperti jdui, mabuk, pecandu narkotika, dan zina."
Refly mengungkapkan pasal tersebut tidak bersifat limitatif, namun lebih kepada kepantasan.
"Sejauh mana perbuatan tercela itu dianggap tidak pantas dan presiden bisa dijatuhkan," jelasnya.
Refly mengatakan, berbohong bisa saja menjatuhkan presiden, tetapi kita harus melihat konteks berbohong yang seperti apa.