"Misalnya, konteks berbohongnya itu adalah konspirasi untuk menggelontorkan keuangan negara tanpa sebuah proses good governance atau clean government, bisa saja kemudian," lanjutnya.
"Memang celah ini adalah celah yang sangat dinamis," ungkap Rafly.
Kendati demikian, Rafly menegaskan bahwa pemberhentian presiden era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) tidak semudah di era Bung Karno pada tahun 1967.
Termasuk pada era Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pada tahun 2001.
"Karena dulu belum ada MK (Mahkamah Konstitusi)," kata Refly.
Pakar hukum tata negara itu menyebut, jika ingin menggulingkan Jokowi di saat ini, prosesnya akan lebih rumit.
"Kalau sekarang, DPR menginisiasi, lalu ke MK, balik ke DPR, lalu ke MPR, baru bisa presiden jatuh. Dan di MK sendiri harus sidang pembuktian selama 90 hari," jelas Refly.
Meski demikian, Refly berharap agar upaya-upaya pemberhentian itu tak terjadi di masa kepemimpinan Presiden Jokowi.
"Mudah-mudahan kita tidak mengalami proses penjatuhan presiden di tengah jalan. Proses yang berjalan mudah-mudahan konstitusional dan presiden yang berkuasa tetap didukung, mengambil kebijakan yang berpihak kepada masyarakat," harapnya.