Find Us On Social Media :

Makin Tegang Tiongkok vs Amerika di Laut China Selatan, Wakil Ketua MPR Minta Natuna Utara Diamankan: Kalau Terpaksa Perang, Indonesia Harus...

Ilustrasi - Jepang prihatin atas polemik Indonesia dan China di Perairan Natuna

Gridhot.ID - Ketegangan antara Tiongkok dan Amerika makin memanas di Laut China Selatan.

Adu otot kedua negara bersebrangan paham makin kelihatan.

Bahkan rencana Amerika Serikat membatasi ruang gerak Tiongkok di Laut China Selatan makin nyata.

Dikutip Gridhot.ID dari Kontan, AS mulai mengaktifkan "resimen litoral laut" yang rencananya akan membentang dari Jepang hingga ke Indonesia.

Baca Juga: Sah! MA Keluarkan Aturan Baru, Koruptor Bisa Dihukum Seumur Hidup, Begini Ketentuannya

Strategi yang juga disebut sebagai "rantai laut" ini diharapkan akan mampu membatasi pergerakan China.

AS akan bekerjasama dengan pasukan Jepang di pulau-pulau yang ada di Kepulauan Okinawa guna mencegah akses ke Pasifik bagi militer China.

"Anda ingin menghalangi, untuk mencegah musuh potensial mengambil langkah selanjutnya," kata Komandan Marinir AS Jenderal David Berger dalam wawancara telepon, Kamis (23/7), kepada Reuters.

"Jika Anda melihat keluar dari China, itulah yang harus Anda lihat, aliansi yang solid," tambahnya.

Baca Juga: Bukan Nella Kharisma, Inilah Sosok Wanita Cantik yang Jadi Istri Cak Malik, Dinikahi Sang Penabuh Kendang dengan Mahar Perhiasan dan Uang Tunai Rp 500 Ribu

Pada Maret lalu, Berger menerbitkan rencana "Desain Kekuatan 2030" untuk memangkas jumlah pesawat, artileri meriam, dan panser termasuk tank.

Desain itu menciptakan "Resimen Litoral Laut" yang dilengkapi dengan rudal dan drone yang bisa mencegah kontrol musuh untuk memperebutkan wilayah dengan mengancam kapal perang dan pesawat mereka.

Rencana Marinir AS itu di tengah ketegangan antara Amerika Serikat dan China yang meningkat.

Baca Juga: Berkedok Hadang Hegemoni China, Australia Bisa Simpan Agenda Luluh Lantakkan Indonesia, Pakar: Ancaman untuk Jakarta!

Tepat di saat Washington menuduh Beijing menggunakan virus corona baru untuk klaim teritorial di Laut China Selatan dan meningkatkan pengaruhnya di tempat lain di Asia.

Beijing menegaskan niatnya di kawasan itu bertujuan damai dan menuduh Washington berusaha untuk mendorong perselisihan antara negara-negara di Asia.

Kepulauan Okinawa di Jepang adalah bagian dari apa yang oleh perencana militer sebut sebagai "rantai pulau pertama".

Baca Juga: 3 Hari Tak Pulang, Pengacara Ini Kepergok Simpan Foto Pelakor di Mobilnya, Nekat Aniaya Istri di depan Anak, Begini Kronologinya

Kelak, 'rantai pulau' ini akan membentang dari Jepang melalui Filipina hingga ke Indonesia.

Semuanya akan bertumpu pada kekuatan yang tumbuh di Tiongkok.

Dalam rencana desainnya, Berger menunjuk pada pergeseran fokus ke "persaingan kekuatan besar dan titik baru di kawasan Indo-Pasifik."

Dia mengatakan, Korps Marinir AS akan memiliki resimen pesisir operasional yang berbasis di Okinawa pada 2027.

Baca Juga: Gara-gara Wabah Corona, Pabrik Boneka Seks Kebanjiran Pembeli Semenjak Warga Lebih Sering di Rumah, Negara Ini Jadi Pelanggan Terbaiknya

Selain itu, di Guam yang berdekatan dengan Jepang dan Hawaii.

Rencana itu, Berger menambahkan, bukan berarti peningkatan jumlah pasukan di Okinawa dan akan Korps Marinir lakukan dalam ketentuan aliansi militer AS saat ini dengan Jepang.

Dalam waktu dekat, ia akan terbang ke Jepang untuk bertemu dengan para petinggi negeri matahari terbit.

"Untuk menjelaskan, di mana kita berada, dan ke mana kita menuju," ujarnya.

Sementara itu, dikutip Gridhot.ID dari Antara, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Demokrat, Syarief Hasan, mendorong pemerintah untuk meningkatkan kesiapsiagaan di Laut Natuna Utara, menyusul memanasnya situasi terkait Laut China Selatan.

"Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus terhadap Natuna Utara," kata Syarief Hasan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (3/8/2020).

Baca Juga: Sakit Hati Lihat Anaknya Dikata-katai Ahmad Dhani dengan Sebutan Anjing, Ibunda Maia Estianty: Saya Tidak Putus-putusnya Berdoa

Konflik Laut China Selatan diakibatkan oleh perseteruan antara dua negara besar yakni China dan Amerika Serikat. China yang membuat klaim sepihak terhadap Laut China Selatan berdasarkan nine dash line menyebabkan Amerika Serikat turut ikut campur.

Menurut Syarief Hasan, kondisi ini juga mungkin berpotensi menjadi perang terbuka di Perairan China Selatan.

Anggota Komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan ini menegaskan agar pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap Natuna Utara.

Menurutnya, militer di Natuna Utara secara khusus dan Indonesia secara umum harus ditingkatkan untuk mempertahankan wilayah Indonesia jika ada gangguan atau melewati atau masuk wilayah Indonesia saat sewaktu-waktu terjadi perang terbuka.

Baca Juga: Usai Minta Suami Poligami Agar Dikaruniai Buah Hati, Fitri Carlina Kena Semprot Hendra Sumendap: Apa yang Kita Perjuangkan Selama Ini?

"Indonesia tidak menginginkan terjadi adanya perang terbuka di Laut China Selatan karena seluruh negara Asia Tenggara akan merasakan dampaknya, termasuk Indonesia. Sehingga, untuk itu perlu perhatian khusus dalam membangun kekuatan militer untuk meminimalisir bahkan mencegah terjadi perang terbuka," ujar Syarief Hasan.

Dia mengatakan potensi perang terbuka memang semakin terlihat ketika Amerika Serikat mengirim dua kapal induknya, USS Nimitz dan USS Ronald Reagan ke Laut China Selatan untuk menjalani latihan tempur.

Tak cuma dua kapal induk, Angkatan Laut Amerika Serikat juga mengerahkan dua kapal penjelajah dan dua kapal perusak dalam latihan yang digelar pada 23 Juli 2020.

Dia mengatakan China juga melakukan latihan militer dua hari setelah latihan gabungan Amerika Serikat, Australia, dan Jepang selesai digelar.

China yang sejak awal membangun pangkalan militer di pulau buatan di Laut China Selatan mengirimkan dua pesawat pembomnya untuk menggertak Amerika Serikat dan Australia di Laut China Selatan.

Syarief Hasan melanjutkan, Indonesia harus membangun kekuatan militer untuk memberikan rasa aman, dan menguatkan pertahanan Indonesia terutama di perbatasan.

Baca Juga: Siap Meluncur ke Kantong PNS dan TNI-Polri, Proses Pencairan Gaji ke-13 Akan Dipercepat, Kemenkeu: Kami Usahakan Sebelum Pertengahan Bulan Agustus

Meski demikian, ia menilai Indonesia harus mengedepankan diplomasi untuk menghindari potensi terjadi, terutama di Laut China Selatan yang berbatasan dengan Perairan Natuna Utara.

“Pemerintah harus mengambil pembelajaran diplomasi ala SBY dengan semangat million friends and zero enemy. Akan tetapi, jika memang terpaksa ada perang terbuka, maka Indonesia juga harus memperkuat militernya untuk melindungi wilayah Indonesia dari dampak perang," ujar Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini.*(ZJ)