Find Us On Social Media :

Tepis Tudingan Omnibus Law Jadi Simalakama, Menaker Ida Fauziyah Buka Suara Terkait Isu Kontrak Seumur Hidup di UU Cipta Kerja, Begini Penjelasannya

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah

Gridhot.ID - UU Cipta Kerja menuai kritik lantaran ditakutkan berpotensi membuat pekerja dikontrak seumur hidup.

Sebab dalam Omnibus Law Cipta Kerja, Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 dihapus.

Di pasal tersebut, UU Ketenagakerjaan melindungi pekerja agar bisa diangkat menjadi karyawan tetap setelah bekerja dalam periode maksimal paling lama 2 tahun dan diperpanjang 1 kali untuk 1 tahun ke depan.

Baca Juga: Otaki Pencetusan Omnibus Law di Indonesia, Ini Sosok Tangan Kanan Jokowi yang Berjuluk Menteri Semua Zaman, Adopsi Aturan Kerja dari Amerika

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, beralasan dihapusnya Pasal 59 karena UU Cipta Kerja menganut fleksibilitas. Hal itu juga sudah lazim diterapkan di negara lain.

"Kita belajar dari beberapa negara. Jika hal itu diatur di undang-undang, tidak akan ada fleksibilitas pengaturan. Persoalan ini tidak sederhana ketika dinamika tenaga kerja tinggi," kata Ida dikutip dari Harian Kompas, Minggu (18/10/2020).

Ia menuturkan, soal batas waktu PKWT pekerja kontrak masih akan dibahas lagi dalam aturan turunan.

Aturan batasan waktu kontrak kerja hingga maksimal 3 tahun dinilai kurang fleksibel.

"Kami sudah sepakat bersama teman-teman di forum tripartit (pemerintah, pengusah dan buruh), hal ini akan dibicarakan dalam perumusan peraturan pemerintah (PP). Jadi, tidak diisi sendiri oleh pemerintah."

Anggota Tim Perumus Omnibus Law Cipta Kerja perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Aloysius Budi Santoso juga menepis kabar soal pengusaha akan mempekerjakan pekerja kontrak seumur hidup.

Baca Juga: Demo UU Cipta Kerja Picu Kluster Baru Covid-19, Luhut Binsar Pandjaitan Sentil Mantan Pejabat yang Tolak Omnibus Law: Anda Berdosa!

"Kalau ada informasi di publik kita sebagai pengusaha bisa membuat kontrak seumur hidup, itu tidak tepat," tegas dia dalam webinar virtual yang dihelat Apindo DKI Jakarta beberapa waktu lalu.

Menurut Aloy, di dalam Omnibus Law Cipta Kerja, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) masih dibatasi untuk pekerjaan tertentu.

Namun, yang masih jadi kebimbangan para pengusaha adalah masa kontrak pekerja dengan status PKWT.

Oleh sebab itu, pengusaha masih menantikan aturan turunan UU Cipta Kerja yang berupa peraturan pemerintah (PP).

"Kemudian yang jadi ramai adalah kalau yang dulu ada batasnya, maksimal 2 tahun, perpanjangan 1 tahun dan seterusnya. Nah dengan undang-undang yang baru itu memang hal ini belum diatur. Tetapi diamanatkan dalam undang-undang ini nanti harus ada PP turunan yang akan mengatur PKWT itu bisa berapa lama," ujar dia.

Dengan demikian, UU Cipta Kerja meski telah disahkan kendati belum dapat diimplementasikan. Sembari menantikan PP yang tersebut.

Baca Juga: Omnibus Law Bikin Buruh Murka, Menko Luhut Jamin UU Cipta Kerja Tak Buat Sengsara, Sentil Pimpinan Serikat Pekerja: Rumahmu Hebat, Hidupmu Enak!

"Jadi itu sebabnya saya katakan bahwa hanya dengan undang-undang ini, itu belum bisa jalan. Undang-undang ini harus dibuatkan PP-nya untuk lebih mendetilkan. Mungkin saja akhirnya pemerintah mengatakan tetap 2 tahun, perpanjangan masa 1 tahun," ucap dia.

Sebagai informasi, dalam pasal UU Nomor 13 Tahun 2003 secara eksplisit mengatur PKWT.

PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha atau perusahaan untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk jenis pekerjaan tertentu.

Dalam perjanjian PKWT juga mengatur kedudukan atau jabatan, gaji, tunjangan serta fasilitas apa yang didapat pekerja dan hal-hal lain yang bersifat mengatur hubungan kerja secara pribadi.

Perusahaan hanya bisa melakukan kontrak kerja perjanjian PKWT paling lama 3 tahun.

Setelah itu, perusahaan diwajibkan untuk mengangkat pekerja atau buruh sebagai karyawan tetap jika ingin mempekerjakannya setelah lewat masa 3 tahun.

Baca Juga: Dianggap Sebar Hoaks UU Cipta Kerja, Pemilik Akun Twitter @videlyaeyang Diciduk Polisi, Ini Motifnya

Kewajiban pengangkatan status karyawan setelah melalui masa kontrak dan perpanjangan dilakukan karena perusahaan hanya diperkenankan membuat PKWT satu kali untuk satu orang karyawan.

Ketika sudah lewat 2 tahun atau diperpanjang kembali untuk 1 tahun, perusahaan hanya memiliki dua pilihan, yaitu tidak memperpanjang kontrak kerja atau mengangkatnya sebagai karyawan tetap.

"Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun," bunyi Pasal 59 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003.

Sementara di RUU Cipta Kerja, pasal PKWT di UU Nomor 13 Tahun 2003 dihapus.

"Ketentuan Pasal 59 dihapus," bunyi RUU Cipta Kerja yang sudah disahkan menjadi UU Cipta Kerja.

Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan, untuk pekerja dengan PKWT, UU ini memberikan perlindungan selama pegawai PKWT bekerja serta menjamin haknya, termasuk memberikan kompensasi apabila pekerjaan tersebut usai.

Baca Juga: Pemerintah Siapkan 35 PP dan 5 Perpres Sebagai Turunan UU Cipta Kerja, Moeldoko: Kami Memberikan Kesempatan Pekerja dan Buruh untuk Ikut Memikirkan

Selain itu, regulasi mengenai tenaga outsourcing juga diatur dengan ketat sehingga apabila terjadi pengalihan tenaga kerja maka masa kerjanya harus dihitung, dan perlindungan hak harus dipersyaratkan dalam perjanjian kerja.

"Artinya kalau perusahaan mempekerjakan orang, biasanya mulai dari nol lagi, di sini tidak. Pengusaha alih daya harus mengakui catatan-catatan pekerjaan yang sudah dilakukan pekerja sebelumnya. Dan ini akan diperhitungkan sebagai komponen tentunya besaran gaji," kata dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: "Penjelasan Menaker Soal "Pegawai Kontrak Seumur Hidup" di UU Cipta Kerja."

(*)