Find Us On Social Media :

Referendum Bumi Lorosae Sisakan Kisah Pilu Para Pengungsi, Pria Bernama Muhajir Ini Terpaksa Pisah dengan Adiknya yang Memihak Timor Leste Merdeka: Saya Tetap Ingin Bergabung dengan Indonesia

Ribuan warga Kota Dili antre dalam pelaksanaan Referendum Timor Timur, 30 Agustus 1999.

Hubungannya dengan sang adik juga sempat putus lantaran perbedaan pilihan.

"Sempat putus komunikasi hampir 5 tahun," katanya.

"Dulu kan anggaplah ideologi, namanya pilihan, mereka pilih merdeka, saya ingin bergabung dengan Indonesia itu artinya beda pendapat," katanya.

Baca Juga: Diberhentikan dari Jabatan Dirjen P2P Kemenkes, Achmad Yurianto Kini Dapat Posisi Baru dari Terawan, Sang Menteri Singgung Situasi Sekarang

"Tidak sempat yang ribut-ribut bagaimana tapi artinya kita sempat beda pendapat," sambung Muhajir.

Ayah empat anak ini masih ingat betul bagaimana ia tiba pertama kali di Noelbaki.

Dengan menumpang kapal TNI (Tentara Nasional Indonesia), ia dan keluarga datang ke Kupang bergabung bersama para pengungsi lain dari sejumlah kabupaten.

"Kira-kira seribu lebih orang ada di kapal itu," katanya.

Baca Juga: Jadi Irjenad, Begini Rekam Jejak Mayjen Benny Susianto, Staf Ahli KSAD Jenderal Andika Perkasa yang Dimutasi Panglima TNI Hadi Tjahjanto

"Itu semua orang dari beberapa kabupaten yang pro-integrasi mereka mengungsi bersama, ada 3 kapal perang TNI (yang digunakan mengungsi) seingat saya," bebernya.

Di awal kedatangannya di pengungsian, Muhajir mengaku tidak melakukan pekerjaan apapun karena berpikir akan kembali ke kampung halamannya.

"Setahun pertama kami datang ke sini itu kegiatan tidak ada, karena dipikirnya itu akan kembali ke Timor-Timur (Timor Leste) lagi, makanya tidak ada aktivitas hanya tunggu saja bantuan kemanusiaan." ujarnya.