Find Us On Social Media :

Referendum Bumi Lorosae Sisakan Kisah Pilu Para Pengungsi, Pria Bernama Muhajir Ini Terpaksa Pisah dengan Adiknya yang Memihak Timor Leste Merdeka: Saya Tetap Ingin Bergabung dengan Indonesia

Ribuan warga Kota Dili antre dalam pelaksanaan Referendum Timor Timur, 30 Agustus 1999.

Gridhot.ID - Pada tahun 1999 Timor Leste resmi melakukan Referendum dan memisakhan diri dari Indonesia.

Hal tersebut karena mayoritas warga Timor Timur merasa tak mau berintergrasi dengan Indonesia

Kebanyakan pemilih dalam referendum tersebut menginginkan kemerdekaan setelah 24 tahun menjadi provinsi ke-27 Indonesia.

Baca Juga: Identitas Calon Istri Pedangdut Nassar, Profesinya Ternyata Mirip dengan Muzdalifah, Bakal Dipinang Akhir Tahun Ini

Konflik, kelaparan, hingga penyakit yang terjadi di sana konon menjadi alasan warga Timor Leste ingin melepaskan diri dari Indonesia.

Namun, meski hasil referendum menunjukkan demikian, warga Timor Leste tetap terbagi ke dalam kelompok pro-kemerdekaan dan pro-integrasi.

Kelompok pro-integrasi tetap pada pilihannya meski hasil referendum yang diumumkan tak memenangkan pilihan mereka.

Baca Juga: Kini Sukses Jadi Ketua Komisi IV DPRK, Nasrizal Alias Cek Bai Ternyata Awali Karier di GAM Sebagai Penembak Misterius, Pernah Berstatus Komandan dengan 120 Personel di Bawah Asuhannya

Bahkan, kerusuhan yang pecah setelah diumumkannya hasil referendum Timor Leste dikaitkan dengan militan pro-integrasi atau anti-kemerdekaan.

Kerusuhan di Timor Leste yang juga dikenal sebagai 'Krisis Timor Timor 1999' itu diyakini menewaskan sekitar 1.400 penduduk, setelah dimulainya serangan militan anti-kemerdekaan terhadap warga sipil.

Serangan itu meluas menjadi kerusuhan di seluruh Timor Timur, berpusat di ibu kota Dili, hingga Tentara PBB (Interfet) dikirim untuk mengembalikan stabilitas dan menjaga perdamaian.

Krisis Timor Timor 1999 reda setelah kedatangan pasukan penjaga perdamaian tersebut, namun orang-orang Timor Timur yang mendukung integrasi dihantui ketakutan atau enggan untuk kembali ke kampung halaman.

Mereka pun memilih untuk mengungsi ke wilayah sekitar, termasuk Indonesia, sebagian ada juga yang mengungsi ke Australia.

Baca Juga: Bapaknya Dituding Jadikan Nita Thalia ATM Berjalan, Anak Nurdin Rudythia dari Istri Pertama Geram, Dendy: Hanya Adik Angkat Kok Sok Tahu

Kemerdekaan Timor Leste melahirkan pengungsi-pengungsi yang hingga kini tinggal di Indonesia dan tak kembali ke tanah kelahiran mereka.

Seperti apa kisah warga Timor Leste yang mengungsi ke Timor Barat atau wilayah Indonesia setelah referendum tahun 1999?

Salah satu kisah datang dari pria bernama Muhajir Hornai Bello dan keluarganya.

Baca Juga: Harus Pakai Rompi 8 Kg Tiap Hari, Letkol Revilia Jadi Prajurit TNI Wanita Pertama di Dunia yang Jadi Komandan PBB di Sudan, Ibu Dua Anak Lulusan Pendidikan Bahasa Inggris dengan Keberanian Tingkat Tinggi

Melansir Tribun Papua (2/9/2019), Muhajir menceritakan kisahnya pergi dari Timor Leste, juga kondisi mereka setelah mengungsi, bertepatan dengan 20 tahun kemerdekaan Timor Leste.

Muhajir tinggal di Desa Noelbaki, Kupang Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT) atau wilayah Timor Barat.

Sejak mengungsi dari Timor Leste, Muhajir (42) tak pernah beranjak dari pengungsian di desa itu.

Muhajir dan keluarganya tinggal di rumah darurat beratapkan seng di Noelbaki.

Di desa yang kini ia tinggali, Muhajir tinggal bersama 3000 orang lainnya yang sama-sama mengungsi dari Timor Leste pasca referendum 1999.

Baca Juga: Mampir ke Vatikan, Jusuf Kalla Temui Paus Franciscus dan Berdialog Selama 70 Menit, Singgung Presiden RI, Ternyata Ini yang Dibahas Keduanya

"Saya dulu di Timor Leste di Kabupaten Viqueque," katanya.

"Saya pindah sama keluarga, mengungsi ke negara Indonesia. Termasuk bapak, mama, istri, anak semuanya ikut," ujar mantan petani ini mengawali perbincangan dengan ABC, dikutip dari Tribun Papua.

Meski banyak keluarganya ikut mengungsi bersamanya, namun ada pula anggota keluarga yang berbeda pilihan.

Baca Juga: Bongkar Penyebab Rizki D'Academy Pisah Rumah, Ayah Angkat Nadya Mustika Singgung Soal Komitmen Awal Menikah, Warsa: A' Iki Mohon Maaf...

"(Saya) sedih karena kita pisah dengan keluarga, artinya kurang lebih ya 3-4 bulan itu kami masih sedih," katanya.

"Banyak yang masih tinggal di Timor Leste, termasuk saudaranya bapak, saudara kakak bapak, saudara adik bapak, banyak yang masih di sana."

Hubungannya dengan sang adik juga sempat putus lantaran perbedaan pilihan.

"Sempat putus komunikasi hampir 5 tahun," katanya.

"Dulu kan anggaplah ideologi, namanya pilihan, mereka pilih merdeka, saya ingin bergabung dengan Indonesia itu artinya beda pendapat," katanya.

Baca Juga: Diberhentikan dari Jabatan Dirjen P2P Kemenkes, Achmad Yurianto Kini Dapat Posisi Baru dari Terawan, Sang Menteri Singgung Situasi Sekarang

"Tidak sempat yang ribut-ribut bagaimana tapi artinya kita sempat beda pendapat," sambung Muhajir.

Ayah empat anak ini masih ingat betul bagaimana ia tiba pertama kali di Noelbaki.

Dengan menumpang kapal TNI (Tentara Nasional Indonesia), ia dan keluarga datang ke Kupang bergabung bersama para pengungsi lain dari sejumlah kabupaten.

"Kira-kira seribu lebih orang ada di kapal itu," katanya.

Baca Juga: Jadi Irjenad, Begini Rekam Jejak Mayjen Benny Susianto, Staf Ahli KSAD Jenderal Andika Perkasa yang Dimutasi Panglima TNI Hadi Tjahjanto

"Itu semua orang dari beberapa kabupaten yang pro-integrasi mereka mengungsi bersama, ada 3 kapal perang TNI (yang digunakan mengungsi) seingat saya," bebernya.

Di awal kedatangannya di pengungsian, Muhajir mengaku tidak melakukan pekerjaan apapun karena berpikir akan kembali ke kampung halamannya.

"Setahun pertama kami datang ke sini itu kegiatan tidak ada, karena dipikirnya itu akan kembali ke Timor-Timur (Timor Leste) lagi, makanya tidak ada aktivitas hanya tunggu saja bantuan kemanusiaan." ujarnya.

Muhajir benar-benar tak mencari mata pencaharian atau melakukan aktivitas selayaknya orang yang memulai hidup baru.

"Tidak ada aktivitas seperti buat kebun, tanam sayur atau apa karena tadinya pengen mau pulang," kisahnya.

Meski mendapatkan bantuan pemerintah, namun Muhajir mengungkapkan bahwa itu hanya di awal kedatangan mereka saja.

Baca Juga: Jadi Irjenad, Begini Rekam Jejak Mayjen Benny Susianto, Staf Ahli KSAD Jenderal Andika Perkasa yang Dimutasi Panglima TNI Hadi Tjahjanto

"Pemerintah hanya bantu awal 99 saja, habis bantuan kemanusiaan tidak ada, sekarang ini (rumah) kita bangun sendiri," kata pria yang sekarang bekerja di peternakan ini pada ABC.

Namun, dii Noelbaki, Muhajir mengaku tergolong beruntung, karena di rumah sederhananya ia hanya tinggal dengan keluarganya.

Sementara pengungsi lain terpaksa berbagi rumah dengan satu atau bahkan 6 keluarga lain, padahal ukuran rumah darurat itu tak luas.

Baca Juga: Misteri Rekening Gendut Cleaning Service Kejagung Terungkap, Uang Rp 100 Juta Milik Joko Sudah Ditabung Sejak Lama, Polri: Tidak Ada yang Mencurigakan

Kini, tak ada yang dirindukan Muhajir dari Timor Leste, selain keluarga besarnya.

Muhajir mengaku enggan kembali ke kampung halaman. Ia enggan mengenang mimpi buruk semasa pra-referendum.

"Karena waktu kita masih di sana ya dua kubu, artinya kan kita bergerak kan tidak bisa, bidang pertanian ya tidak bisa."

"Kalau di sini kita petani mau bekerja di pertanian bisa, karena aman untuk kita bekerja," ungkapnya.

Muhajir mengatakan bahwa di Timor Leste, ketakutan mendapat ancaman dari kelompok pro kemerdekaan menghantuinya dan rekan-rekannya.

"Kalau dulu, kita mau bertani jauh darikampung itu kan kita takut, trauma, diteror, diancam sama kelompok-kelompok yang ingin merdeka," katanya.

Ia memilih Indonesia dan ingin menghabiskan sisa hidupnya di negara ini. Namun ada satu ganjalan yang selama 20 tahun ini menghantuinya.

Baca Juga: Tukang Bangunan Hingga Pejabat Kejagung Jadi Tersangka Kasus Kebakaran Gedung, Ternyata Ini Peran Mereka, Kelalaian Jadi Penyebab Utama

"Status kami tidak jelas, status tanah tidak jelas. Itu yang menjadi persoalan bagi kami yang masih tinggal di pengungsian," kata Muhajir.

Berpuluh-puluh tahun tinggal di wilayah Indonesia, ia berharap cintanya kepada negara ini berbalas dengan status kepemilikan tanah yang jelas.(*)

Artikel ini telah tayang di Intisari-Online.com dengan judul "Beda Pilihan Membuatnya Hidup Terpisah dari Adiknya, Inilah Kisah Muhajir, Pengungsi Timor Leste yang Sudah Puluhan Tahun Hidup di Indonesia: Mereka Pilih Merdeka Saya Ingin Bergabung dengan Indonesia"