Singgung Soal 'Petinggi Kita', Irjen Napoleon Bonaparte Disebut Minta Tambahan Uang untuk Urus Red Notice Djoko Tjandra, Segini Suap yang Diterima Eks Kadiv Hubinter Polri

Senin, 02 November 2020 | 18:25
Tribunnews.com

Napoleon Bonaparte menggunakan rompi tahanan

Laporan Wartawan GridHot, Desy Kurniasari

GridHot.ID - Senin (2/11/2020), empat tersangka kasus dugaan suap terkait penghapusan red notice Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra menjalani sidang.

Sidang yang dijadwalkan pukul 11.00 WIB di Pengadilan Tipikor, Jakarta, tersebut beragendakan pembacaan dakwaan.

Dilansir dari Antaranews, Irjen Napoleon Bonaparte disebut meminta uang dari Djoko Tjandra untuk pihak yang disebut sebagai "petinggi kita".

Baca Juga: Surati Presiden Jokowi, ICW Minta ST Burhanuddin Dicopot dari Jaksa Agung, Perkara Jaksa Pinangki Jadi Salah Satu Penyebabnya

Hal itu tertuang dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020).

"Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan 'Ini apaan nih segini, enggak mau saya. Naik, Ji, jadi 7, Ji, soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau', dan berkata 'petinggi kita ini'," ucap jaksa penuntut umum Zulkipli saat sidang seperti dikutip dari Antara.

Napoleon mengungkapkan hal tersebut saat bertemu dengan terdakwa lain, Tommy Sumardi dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo di ruang kerjanya pada Senin (27/4/2020).

Baca Juga: Lempar ke Dody Jaya, Brigjen Prasetijo Utomo Bantah Buat Surat Jalan Palsu untuk Djoko Tjandra, Kuasa Hukum: Dakwaan JPU Tidak Jelas dan Kabur

Tommy merupakan rekan Djoko Tjandra yang diminta untuk menanyakan status red notice kepada NCB Interpol Indonesia di Divisi Hubungan Internasional Polri.

Untuk mengurusnya, Tommy meminta bantuan kepada Prasetijo yang kemudian mengenalkan kepada Napoleon.

Awalnya Napoleon meminta uang sebesar Rp 3 miliar untuk mengurus red notice di Interpol atas nama Djoko Tjandra.

Maka dari itu, Djoko Tjandra menyerahkan uang 100.000 dollar AS kepada Tommy melalui perantara pada 27 April 2020.

Di hari yang sama, Tommy bersama Prasetijo berangkat untuk menyerahkan uang kepada Napoleon. Ternyata, Prasetijo juga meminta jatah dan membagi uang 100.000 dollar AS tersebut.

Baca Juga: Disebut Menjamu Napoleon Bonaparte dan Prasetijo Utomo Hingga Minta Maaf Saat Serahkan Baju Tahanan ke Jenderal Polisi, Ini Sosok Anang Supriatna, Kajari Jaksel yang Sempat Tersandung Polemik Djoko Tjandra

"Saat di perjalanan di dalam mobil, Prasetijo Utomo melihat uang yang dibawa oleh Tommy Sumardi, kemudian mengatakan,'Banyak banget ini, Ji, buat beliau? Buat gue mana?’,” tutur jaksa.

"Dan saat itu uang dibelah 2 oleh Prasetijo Utomo dengan mengatakan, 'Ini buat gue, nah ini buat beliau sambil menunjukkan uang yang sudah dibagi dua'," ucapnya.

Setelah Napoleon menolak uang 50.000 dollar AS dan meminta dalam jumlah yang lebih besar, Tommy dan Prasetijo meninggalkan Mabes Polri.

Setelah itu, terjadi beberapa kali penyerahan uang dari Djoko Tjandra kepada Napoleon melalui Tommy.

Baca Juga: Diduga Dekat dengan Jaksa Pinangki, MAKI Bongkar Oknum Penegak Hukum yang Hapus Chat di Ponsel Saksi, Dirdik Jampidsus: Baru Dengar Saya

Rinciannya, Napoleon menerima 200.000 dollar Singapura pada 28 April 2020, 100.000 dollar AS pada 29 April 2020, 150.000 dollar As pada 4 Mei 2020, dan 20.000 dollar AS pada 5 Mei 2020.

Pada akhirnya, akibat surat dari Divisi Hubungan Internasional Polri kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham, status DPO Djoko Tjandra dihapus dari sistem Imigrasi dan Djoko Tjandra dapat mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020.

Melansir Tribunnews.com, oleh karena itu, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Pol Napoleon Bonaparte, didakwa menerima suap sebesar 270 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura dari Djoko Tjandra melalui perantara Tommy Sumardi.

"Terdakwa lrjen Pol Napoleon Bonaparte menerima uang sejumah SGD200.000 dan sejumlah USD270.000 dari Joko Soegiarto Tjandra melalui Tommy Sumardi dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata jaksa penuntut umum (JPU) Wartono membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020).

Baca Juga: Kasus Jaksa Pinangki Makin Memanas, Oknum Penegak Hukum Diduga Hapus Bukti Pesan di Ponsel Saksi, Begini Reaksi Kejaksaan Agung

Jaksa menyebut perbuatan Napoleon dilakukan bersama-sama dengan Brigjen Prasetijo Utomo.

Dalam surat dakwaan, Brigjen Prasetijo juga turut menerima aliran uang senilai 150 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi.

Kompas.com
Kompas.com

Irjen. Pol. Drs. Napoleon Bonaparte, M.Si

Uang suap tersebut dilakukan dengan maksud agar Napoleon dan Prasetijo Utomo menghapus nama Djoko Tjandra dari Datar Pencanan Orang (DPO) yang dicatatkan pada Direktorat Jenderal Imigrasi.

Sehingga Napoleon memerintahkan pihak Imigrasi untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistim Informasi Keimigrasian (SIMKIM).

Baca Juga: Tak Diborgol Tiap Kali Digiring Petugas, Irjen Napoleon Sudah 3 Kali Ganti Pakaian Tahanan Hingga Kembali Berseragam Dinas, Polisi Angkat Bicara

"13 Mei 2020 pihak Imigrasi melakukan penghapusan status DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistim Informasi Keimigrasian (SIMKIM)," ucap Jaksa Wartono.

Jaksa menyatakan perbuatannya itu dinilai bertentangan dengan tanggung jawabnya sebagai anggota Polri.

Seharusnya sebagai anggota Korps Bhayangkara, Napoleon bisa meringkus Djoko Tjandra yang merupakan buronan Kejaksaan Agung.

Jaksa Wartono mengatakan bahwa pada April 2020, Djoko Tjandra yang berada di Kuala Lumpur Malaysia menghubungi Tommy Sumardi melalui sambungan telepon menyampaikan maksud agar dapat masuk ke wilayah Indonesia untuk mengurus upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) atas kasus korupsi Bank Bali Djoko.

Baca Juga: Seragam Kebesaran Polri Tak Pernah Luput Dipakainya Saat Pemeriksaan hingga Sidang Praperadilan, Begini Potret Irjen Napoleon Bonaparte Kenakan Baju Tahanan, Tangannya Bebas Tanpa Borgol

Djoko Tjandra meminta agar Tommy Sumardi menanyakan status Interpol Red Notice Joko Soegiarto Tjandra di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri, karena sebelumnya Djoko mendapat informasi bahwa Interpol Red Notice atas nama dirinya sudah dibuka oleh Interpol Pusat di Lyon, Prancis.

"Agar Joko Soegiarto Tjandra dapat masuk ke Indonesia, maka Joko Soegiarto Tjandra bersedia memberikan uang sebesar Rp10 miliar rupiah melalui Tommy Sumardi untuk diberikan kepada pihak-pihak yang turut mengurus kepentingan Joko Soegiarto Tjandra masuk ke Indonesia terutama kepada pejabat di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri," ungkap Jaksa Wartono.

Setelah menerima uang dari Djoko Tjandra, Irjen Napoleon memerintahkan Kombes Pol Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat ditujukan kepada pihak Imigrasi sebagaimana Surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor B/1000/V/2020/NCB-Div HI tanggal 29 April 2020, perihal Penyampaian Informasi Pembaharuan Data, yang ditandatangani oleh Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.

Baca Juga: Punya Rekam Jejak dan Jabatan 'Mentereng' di Kepolisian, Nasib Irjen Pol Napoleon Apes Usai Tersandung Kasus Djoko Tjandra, Sang Jenderal Kini Huni Sel Tahanan

"Isi surat tersebut pada pokoknya menginformasikan bahwa Sekretariat ND Interpol Indonesia pada Divhubinter Polri sedang melakukan pembaharuan sistem database Daftar Pencarian Orang (DPO) yang terdaftar dalam INTERPOL Red Notice melalui jaringan 1-24/7, dan berkaitan dengan hal dimaksud dinformasikan bahwa data DPO yang diajukan oleh Divhubinter Polri kepada Ditjen Imigrasi sudah tidak dibutuhkan lagi," kata Jaksa.

Lantas Irjen Napoleon kembali memerintahkan anggotanya, Kombes Pol Tommy Aria Dwianto untuk membuat Surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor B/1030/V/2020/NCB-Div Hl tanggal 4 Mei 2020, perihal Pembaharuan Data Interpol Notices yang ditandatangani atas nama Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham RI.

"Adapun isi surat tersebut pada pokoknya menyampaikan penghapusan Interpol Red Notice," kata Jaksa.

Irjen Napoleon didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)

Tag

Editor : Dewi Lusmawati

Sumber Tribunnews.com, Antaranews