Laporan Wartawan GridHot.ID, Desy Kurniasari
GridHot.ID - Seorang warga Desa Baomekot, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, NTT, dihukum pegang besi panas.
Hukuman yang diterima MA (29) itu disebutkan untuk membuktikan benar atau salah.
Peristiwa yang terjadi pada Sabtu (14/11/2020) itu disaksikan oleh seluruh warga setempat.
Melansir BanjarmasinPost.co.id, MA menceritakan, kejadian itu berawal dirinya dilaporkan oleh perempuan berinisial MYT (34) dengan tuduhan telah melakukan hubungan badan dengan yang bersangkutan pada, 12 Agustus 2020.
Kasus tersebut baru dilaporkan sekitar bulan Oktober 2020 dan ditangani oleh pihak lembaga adat dan Pemerintah Desa Baomekot.
Saat pertemuan dengan pihak lembaga adat dan lembaga Desa Baomekot, ia dengan tegas menyatakan tuduhan yang disampaikan oleh perempuan tersebut terhadapnya tidak benar.
Kepada Lembaga Adat dan Pemerintah, dia menegaskan tidak pernah berhubungan badan dengan MYT.
Untuk itu, pihak lembaga adat dan lembaga Desa Baomekot mencari pembuktian kebenaran dengan menggelar sumpah adat. Sumpah adat tersebut yakni telapak tangannya harus ditempel dengan besi panas.
Yang mana, apabila telapak tangannya terluka maka dinyatakan bersalah.
Apabila telapak tangannya tidak terluka dengan besi panas, maka dinyatakan benar dan yang bersangkutan tidak bersalah.
“Saya diminta untuk duduk di Kantor Desa Baomekot untuk membuktikan kebenaran itu. Saya lihat mereka bakar besi ukuran 10 sentimeter dengan tempurung. Setelah besi panas seperti bara api, mereka meminta saya untuk membuka telapak tangan. Besi panas itu langsung ditaruh di telapak tangan saya. Akibatnya telapak tangan saya terluka. Saya terpaksa menyerahkan tangan saya karena takut, habis warga banyak sekali di Kantor Desa Baomekot,” ungkap MA, kepada awak media, di Maumere, Senin (16/11/2020).
MA mengaku, usai telapak tangannya diletakan dengan besi panas, ia langsung pulang dan menuju ke puskesmas untuk mengobati tangan yang terluka.
Dirinya pernah mendatangi Polres Sikka untuk melaporkan kasus penganiayaan yang dialaminya itu.
Namun, dari pihak Polres Sikka, meminta dirinya untuk melaporkan kasus ke Polsek Kewapante.
"Dari Polres meminta saya melaporkan kasus ini ke Polsek Kewapante. Katanya besok, Selasa (17/11/2020), pihak Polsek Kewapante akan memanggil semua pihak,” ungkap MA.
Akibat tangan terluka, dirinya tidak bisa melakukan aktivitas kerja sebagai sopir untuk menafkahi istri dan anaknya.
“Sekarang saya tidak bisa kerja untuk bawah mobil karena tangan saya terluka. Jadi, sekarang saya di rumah saja, sampai tunggu telapak tangan saya sembuh, baru kerja,” kata MA.
Kepala Desa Baomekot Laurensius Sai, membenarkan peristiwa itu.
Laurensius menuturkan, apa yang dilakukan oleh lembaga adat dan lembaga Desa Baomekot sudah sesuai dengan prosesnya. Ia menyebut, yang terjadi pada MA tidak masuk kategori penganiayaan karena MA disebut telah menandatangani surat pernyataan.
“Dihukum dengan besi panas itu yang bersangkutan yang mau. Dalam surat pernyataan yang bersangkutan yang menanggung risiko. Yang bersangkutan mau agar tangan ditaruh besi. Jadi tidak ada unsur paksa pihak manapun,” kata Laurensius, Selasa (17/11/2020)
Dilansir dari Kompas.com, Polsek Kewapante, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), telah memanggil perwakilan Desa Baomekot dan lembaga adat terkait kasus hukuman menempelkan besi panas ke tangan salah satu warga.
Perwakilan desa dan lembaga adat dipanggil pada Selasa (17/11/2020).
Polisi meminta penjelasan terkait hukuman adat yang difasilitasi pemerintah desa itu.
“Kita paggil mereka untuk minta klarifikasi lemabaga adat, pemerintah desa, dan korban atas persoalan itu,” jelas Kapolsek Kewapante Iptu Margono saat dikonfirmasi, Rabu (18/11/2020).
Polisi masih berusaha mempertemukan korban dan perangkat desa untuk berdialog. Sampai saat ini, kata dia, korban belum bersedia karena masih menunggu keluarga besarnya.
“Sampai saat ini kami belum menerima laporan resmi atas persoalan tersebut,” kata Margono.
Kepala Desa Baomekot Laurensius Sai mengatakan, pihaknya hanya memfasilitasi hukum adat terhadap seorang warga.
Kejadian itu bermula ketika seorang pria berinisial MA (29) dilaporkan perempuan berinisial MYT (34) ke lembaga adat dan pemerintah Desa Baomekot.
MYT menuduh MA telah melakukan hubungan badan dengannya pada 12 Agustus 2020. Laporan itu dibuat pada Oktober 2020.
Pemerintah desa lalu memfasilitasi ritual adat untuk membuktikan tuduhan yang dilayangkan pihak perempuan.
Ritual adat itu, kata Laurensius, telah dilakukan secara turun temurun.
“Tujuannya untuk menguji kejujuran seseorang,” kata Laurensius. (*)