Laporan Wartawan GridHot.ID, Desy Kurniasari
GridHot.ID - Pandemi covid-19 yang belum juga usai membuat peneliti terus bekerja keras menemukan penangkalnya.
Salah satunya ialah vaksin.
Diketahui, beberapa waktu lalu terdapat temuan vaksin yang diklaim lebih dari 90% efektif melawan virus corona.
Melansir Kompas.com, perusahaan biofarmasi AS, Moderna, mengumumkan sukses membuat vaksin corona yang efektivitasnya 94,5 persen. Sebelumnya, BioNTech-Pfizer mengumumkan efektivitas vaksin 90 persen.
Membandingkan kedua vaksin corona ini menjadi hal menarik dan sahih. Pasalnya, kedua perusahaan biofarmasi ini menggunakan metode yang sama untuk memproduksi vaksinnya.
Keduanya menggunakan teknologi paling anyar berbasis versi sintetis molekul virus SARS-Cov-2 yang disebut “messenger RNA“ atau disingkat mRNA. Sejauh ini belum ada vaksin yang berbasis teknologi ini yang diberi izin resmi.
1. Keefektifan
Perusahaan BioNTech dari Jerman, yang berkolaborasi dengan Pfizer dari AS, pekan lalu mengumumkan berhasil membuat vaksin corona pertama di dunia yang diberi nama BNT162b2 dengan efektivitas 90 persen.
Moderna menyusul dengan mengumumkan bahwa pekan ini vaksin buatan mereka yang diberi nama mRNA-1273 punya efektivitas hingga 94,5 persen.
2. Suhu penyimpanan
Keunggulan lainnya yang diumumkan Moderna adalah terkait suhu penyimpanan vaksin yang hanya -20 derajat celsius. Artinya, lemari pendingin obat dan vaksin yang kini sudah terpasang di banyak rumah sakit sudah mencukupi untuk penyimpanannya.
Pada suhu itu, vaksin bisa bertahan enam bulan. Juga untuk transportasinya jauh lebih mudah dibanding vaksin buatan BioNTech.
Pekan lalu dalam pengumuman vaksin corona pertama di dunia, BioNTech mengumumkan satu kendala, yakni penyimpanan vaksin yang memerlukan suhu -70 derajat celsius setara dengan suhu di kutub. Pada suhu sedingin itu, vaksin hanya bisa disimpan 15 hari.
Artinya untuk transportasi dari pabrik dan penyimpanannya di pusat vaksinasi atau rumah sakit, vaksin BioNTech memerlukan lemari pendingin khusus. Diakui semua pihak, ini merupakan tantangan logistik raksasa, terutama untuk negara berkembang.
3. Sampel uji coba
Perbandingan menarik lainnya adalah besaran sampel uji coba dari kedua perusahaan, yang berlomba menaklukkan pandemi corona yang sudah menelan korban tewas lebih dari 1,3 juta dan nyaris melumpuhkan ekonomi dunia.
BioNTech melaporkan, pihaknya menguji coba lebih dari 43.500 responden dengan kandidat vaksin mereka dengan efektivitas 90 persen.
Sementara itu, Moderna melaporkan menguji coba pada 30.000 responden, tetapi hanya 95 sampel yang diumumkan sementara, dengan efektivitas 94,5 persen.
Pertanyaan berikutnya untuk orang awam adalah vaksin mana yang lebih ampuh dan aman? Perlu diketahui, kedua jenis vaksin tersebut, hingga berita ini dirilis, belum mendapat izin resmi dari lembaga regulasi vaksin dan obat.
Apa yang diklaim kedua perusahaan biofarmasi itu adalah hasil dari uji coba skala besar tahap ketiga kandidat vaksin produk mereka BNT162b2 dan mRNA-1273.
Namun, sejauh ini kelompok monitoring independen mencatat, tidak ada kekhawatiran masalah keamanan, baik terkait kandidat vaksin buatan BioNTech/Pfizer maupun kandidat vaksin buatan Moderna.
Walau begitu, dilontarkan peringatan bahwa tidak tertutup kemungkinan adanya efek samping setelah penggunaan resmi secara meluas.
Hal itu terutama dengan menimbang proses dan platform teknologi paling anyar yang digunakan, sehingga vaksinnya dikategorikan sebagai keluarga baru obat dan vaksin.
Dilansir dari Kontan.co.id, pemerintah Indonesia sudah mengumumkan bakal melakukan pengadaan sejumlah vaksin Covid-19 untuk memenuhi kebutuhan imunisasi masyarakat indonesia menghadapi pandemi corona.
Menteri BUMN, Erick Thohir mengatakan penentuan merek vaksin atau jenis vaksin memang ranahnya berada di Kementerian Kesehatan. Adapun Kemenkes juga menentukannya merek vaksin berdasarkan data yang ada di list WHO dan vaksin tersebut sudah melalui uji klinis.
Adapun, lanjut Erick,pengadaan vaksin oleh pemerintah ke Indonesia, baik dari Sinovac, Novavax, maupun AstraZeneca telah memenuhi persyaratan infrastruktur rantai dingin Tanah Air yang saat ini berkisar di suhu 2 derajat - 8 derajat celcius.
"Tentu sebagai catatan tambahan, vaksin yang akan dibeli pemerintah harus memenuhi syarat rantai dingin yang digunakan di Indonesia yakni 2 derajat hingga 8 derajat Celcius," jelasnya dalam cara virtual, Selasa (24/11/2020).
Sedangkan untuk Pfitzer membutuhkan suhu -70 derajat celcius dan Moderna butuh -20 derajat celcius. Maka dari itu Erick mengatakan vaksin yang akan digunakan Indonesia tentu harus Chold Chain Friendly. Sebabnya untuk membongkar sistem distribusi rantai dingin di Indonesia perlu waktu.
Perihal vaksin yang akan disuntikkan ke masyarakat, Erick menjelaskan sesuai dengan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 99 Tahun 2020. Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona, di periode awal imunisasi usia yang akan divaksinasi di rentang usia 18-59 tahun.
Adapun targetnya 67% dari kelompok usia tersebut diimunisasi. Mengenai prioritas vaksinasi, Erick bilang bisa saja yang didahulukan untuk zona merah terlebih dahulu. (*)