GridHot.ID -Laut China Selatan atau Laut Natuna Utara merupakan laut tepi, bagian dari Samudra Pasifik, yang membentang dari Selat Karimata dan Selat Malaka hingga Selat Taiwan.
Mengutip Wikipedia, laut ini memiliki potensi strategis yang besar karena sepertiga kapal di dunia melintasinya.
Laut ini juga memiliki kekayaan makhluk hidup yang mampu menopang kebutuhan pangan jutaan orang di Asia Tenggara sekaligus cadangan minyak dan gas alam yang besar.
Terkait situasi di Laut China Selatan, seorang pakar politik internasional memperkirakan, China tidak akan memicu bentrokan militer di sana dalam lima tahun ke depan.
Mengutip Kontan.co.id, pakar China Imogen Page-Jarrett menjelaskan China memang telah memanfaatkan pandemi untuk meningkatkan cengkeramannya di Laut China Selatan dan meningkatkan aktivitas jahat di wilayah Himalaya dengan India yang memicu kekhawatiran Perang Dunia ke-3 karena rezim Komunis secara agresif untuk menegaskan dominasi globalnya.
Namun dia mengatakan, proyeksi menunjukkan tidak akan ada konflik di daerah tersebut selama lima tahun ke depan.
"Perkiraan inti kami adalah bahwa China dan AS tidak mencari konflik militer langsung. Meskipun kami memprediksi kedua negara akan melanjutkan latihan militer, ini sebagian besar adalah unjuk kekuatan," jelas Page-Jarrett kepada Express.co.uk.
Dia menambahkan, "Kami memperkirakan hingga periode lima tahun ke depan. Sehingga dalam periode ini, kami tidak mengharapkan adanya konflik antara China dan negara-negara Asia Tenggara atau China dan AS."
Presiden Xi Jinping mengklaim China memiliki hak kepemilikan bersejarah atas hampir seluruh Laut China Selatan, meskipun putusan arbitrase internasional 2016 mengatakan klaim Beijing tidak memiliki dasar hukum di bawah hukum internasional.
Akan tetapi Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan Brunei juga memiliki klaim yang tumpang tindih untuk beberapa bagiannya.
"Sejak pandemi dimulai, kami telah melihat China menjadi lebih berani dan proaktif di Laut China Selatan. Saya pikir itu bukan satu-satunya contoh. Kami juga telah melihat China meningkatkan aktivitasnya di wilayah Himalaya dengan India juga. China telah memanfaatkan negara-negara lain yang disibukkan dengan pandemi untuk memajukan kepentingannya di kawasan ini," papar Page-Jarrett.
Dia melanjutkan, tentunya ini menjadi perhatian negara-negara yang juga mengklaim wilayah di Laut China Selatan sehingga termasuk anggota ASEAN.
"Itu juga menjadi perhatian AS yang memiliki kepentingan strategis di kawasan itu yang berarti telah terjadi peningkatan patroli dari kedua belah pihak," paparnya.
Situasi di Laut China Selatan memang kian memanas.
Hal itu terjadi ketika angkatan udara Taiwan bersiaga untuk hari kedua berturut-turut pada hari Sabtu setelah selusin pesawat tempur dan pembom China melakukan latihan di dekat pulau-pulau yang dikuasai Taiwan di Laut China Selatan yang disengketakan.
Beijing, yang mengklaim Taiwan sebagai wilayah China, telah melakukan misi latihan udara berulang kali di sudut barat daya zona identifikasi pertahanan udara Taiwan dalam beberapa bulan terakhir, sebagian besar di dekat Kepulauan Pratas.
Setelah sembilan pesawat angkatan udara China terbang di dekat Kepulauan Pratas pada hari Jumat, Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan pihaknya melacak 11 pesawat pada hari Sabtu, yang terdiri atas delapan jet tempur, dua pembom H-6 berkemampuan nuklir dan sebuah pesawat anti-kapal selam, yang juga terbang di dekat pulau-pulau itu.
Dikatakan pasukan angkatan laut China juga terlibat tetapi tidak memberikan rincian lebih jauh.
(*)