Find Us On Social Media :

Hidup di Tengah Negara dengan Konflik Berkepanjangan, Pria Ini Masih Bisa Sandang Julukan orang Terkaya di Palestina, Pekerjaannya Ternyata Tak Main-main

Munib Al-Masri (82), orang terkaya Palestina.

Gridhot.ID - Di dunia ini banyak ada beberapa orang yang dikenal dengan kekayaannya yang berlimpah.

Tak hanya di negara-negara besar, bahkan di negara konflik seperti Palestina pun ada sosok yang dikenal dengan ketajirannya.

Dilansir dari Intisari-Online, inilah Munib Al-Masri (87), orang terkaya Palestina.

Baca Juga: Ternyata Bukan Ayu Ting Ting, Sosok Ini yang Disebut Raffi Ahmad Miliki Style yang Plek Ketiplek dengan Sang Istri: Sama Loh..

Juga dikenal sebagai Adipati Nablus, Munib Al-Masri selalu memainkan peran penting dalam politik Palestina dan pembangunan bangsa.

Dia bahkan menjabat sebagai salah satu orang kepercayaan terdekat Mantan Ketua Organisasi Pembebasan Palestina Yasser Arafat.

Rumah orang terkaya Palestina itu berada di antara di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Baca Juga: Ikut Berduka, Syahrini Tampak Duduk Bersimpuh di Samping Jenazah Ibu Sang Asisten, Istri Reino Barack: Harus Tabah dan Ikhlas

Dan bentuknya merupakan replika dari Villa Capra “La Rotonda” karya Andre Palladio di Vicenza, Italia.

Rumahnya juga didedikasikan untuk rakyat dan tujuan Palestina.

Bendera Palestina tergantung di sepanjang sisi rumahnya dan empat ruang tamunya dinamai menurut kota-kota Palestina yang modern dan bersejarah.

Yakni Yerusalem-Hebron, Jaffa-Haifa, Nablus-Gaza dan Nazareth-Bethlehem.

Rumah Masri biasanya penuh dengan tamu.

Baca Juga: Suami Umi Kalsum Sebut Ayu Ting Ting Menang Telak Soal Tubuh, Nagita Slavina Ngaku Pusing Soal Ucapan Ayah Rozak: Nggak Ada Faedahnya

“Saya membangun rumah ini untuk dinikmati semua orang Palestina."

"Jadi saya menjamu mereka dan orang luar kapan pun saya bisa," katanya.

Dilansir dari  pada Jumat (11/6/2021), Masri, lahir pada tahun 1934, dibesarkan di lingkungan kelas menengah dengan dua saudara perempuan dan delapan saudara laki-laki.

Baca Juga: Sudah Tak Bisa Foya-foya Lagi Seperti Dulu yang Dijatah Askara Rp 1 Miliar Per Bulan, Kini Nindy Ayunda Harus Banting Tulang Tuk Biayai Hidupnya Sejak Berstatus Janda

Ibunya menanggung beban membesarkan dia dan saudara-saudaranya karena ayahnya, yang adalah seorang pengusaha dan mukhtar (pemimpin lokal), meninggal ketika dia berusia dua tahun.

Ketika membesarkan dirinya dan saudara-saudaranya, ibunya menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama.

Sang ibu selalu memastikan bahwa mereka semua belajar dengan giat dan menyelesaikan pekerjaan rumah mereka.

Pada tahun 1948, perang pecah di wilayah itu dan membuat kehidupan Masri yang berusia 14 tahun terperosok jauh.

Sekolah dibatalkan dan serangan udara setiap hari memaksa bocah itu dan anggota keluarganya untuk mencari perlindungan di gua terdekat.

Baca Juga: Pacaran Lama, Irwansyah Sebut Acha Septriasa Sebagai Mantan Terindah hingga Buat Istri Ngamuk, Zaskia Sungkar: Kurang Ajar

“Pilot Israel datang dengan pesawat untuk mengebom. Ada satu atau dua serangan udara setiap hari, biasanya sekitar jam 6 pagi,” kata Masri.

Karena perang, seperti warga Palestina lainnya, Masri dan keluarganya pindah ke Aley, Lebanon, untuk melanjutkan studinya.

Meski tinggal di Lebanon, hidup Masri hanya untuk Palestina dan dia berjanji akan berjuang untuk rakyat Palestina.

Baca Juga: Memilukan, Duduk Bersimpuh sampai Sulit Bangkit dari Samping Makam Sang Istri, Yasonna Laoly Menangis Genggam Tanah Basah Saat Peti Jenazah Elisye W Ketaren Masuk Liang Lahat

"Semua yang ingin saya lakukan dalam hidup saya adalah untuk membebaskan Palestina."

"Saya ingin tahu bagaimana saya bisa melawan Israel dan mendapatkan kembali tanah kami,” kenangnya dengan tegas.

Setelah lulus SMA, Masri memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Amerika Serikat (AS).

Selama studinya di pertengahan 1950-an, Masri menjadi aktif secara politik dan bergabung dengan kelompok pro-Palestina di kampus, yang sering bentrok dengan organisasi pro-Israel.

Kembali ke Timur Tengah, Masri menggunakan pengetahuan geolokasinya dan mulai memetakan Tepi Barat dan Yordania, lalu mencari air dan minyak.

Baca Juga: Tak Mau Kalah dari Kpopers, Rieta Amalia, Ibunda Nagita Slavina Juga Turut Icipi BTS Meal yang Lagi Viral, Begini Responnya

Pada tahun 1956, ia mendirikan perusahaan sendiri, yang mengkhususkan diri dalam berbagai perdagangan, termasuk eksplorasi sumber daya alam.

Dia melakukan perjalanan ke seluruh Timur Tengah untuk pekerjaannya.

Di sana, dia bertemu salah satu pendiri Fatah Yasser Arafat pada tahun 1963 selama perjalanan bisnis ke Aljazair.

Baca Juga: Konflik Andin dan Elsa Makin Panas, Aldebran Galau, Berikut Sinopsis Sinteron Ikatan Cinta Minggu 13 Juni 2021

Sejak itu, ikatan antara Masri dan Arafat terjalin kuat, yang bertahan sampai kematian Arafat.

Lalu Masri dengan cepat memantapkan dirinya sebagai pengusaha besar di Timur Tengah, mengalihkan fokusnya ke eksplorasi air di Yordania, negara-negara Teluk dan bagian lain di Timur Tengah.

Kekayaan bersihnya diperkirakan lebih dari 1,5 miliar Dolar AS.

Ia juga semakin dekat dengan Arafat dan tetap terlibat dalam politik.

Peran utama pertamanya dalam pemerintahan datang pada tahun 1970 ketika Raja Hussein dari Yordania mengangkatnya menjadi Menteri Pekerjaan Umum sebagai bagian dari perjanjian dengan Arafat.

Baca Juga: Terkenal Sopan, El Rumi Mendadak Disebut Durhaka Gara-gara Tega Rendahkan Sang Ibu, Sikap Cuek Maia Estianty Jadi Sorotan: Emaknya Cuek Banget

Setelah 20 tahun bernegosiasi dengan Israel, Masri tetap optimis soal perdamaian antara Palestina dan Israel.

“Kita harus mengubah kenyataan. Kita bisa hidup rukun di sini, saya percaya itu,” tutup Masri.(*)