GridHot.ID - Tiga anak Soeharto harus berurusan dengan pemerintah.
Melansir Serambinews.com, hal tersebut terkait dengan utang negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani tengah mendapat tugas untuk menagih piutang kepada sejumlah debitur yang belum melunasi kewajibannya terhadap pemerintah.
Beberapa pihak yang masih dikejar Sri Mulyani adalah Keluarga Cendara.
Dilansir dari Kompas.com, tugas berat menagih piutang para debitur negara kini berada di pundak Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Ini terkait para debitur maupun obligor penerima dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang belum juga melunasi utang mencapai Rp 110,45 kepada pemerintah.
Sebagai bendahara negara, Sri Mulyani musti menagih utang-utang yang merupakan sisa warisan dari era Pemerintahan Orde Baru tersebut.
Sulitnya menagih piutang itu memaksa Ani, begitu biasanya ia disapa, menyusun sejumlah siasat. Sebab, para obligor seolah tidak memiliki niat baik untuk membayar utang-utangnya meski sudah dipanggil sebanyak tiga kali.
Tak hilang akal, pemerintah memilih cara diumumkan ke publik agar mereka segera datang.
"Namun kalau sudah dipanggil satu tidak ada respons, dua kali tidak ada respons, maka memang kami mengumumkan ke publik," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
Salah satu pihak yang kewajibannya masih dikejar Sri Mulyani adalah Keluarga Cendana. Tepatnya ketiga putra dan putri Presiden ke-2 RI Soeharto.
1. Tutut Soeharto
Salah satu obligor yang masuk daftar prioritas penagihan BLBI adalah Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut Soeharto.
Utang BLBI atas nama putri sulung di antara keluarga Cendana tersebut muncul setelah pemerintah memberikan dana kepada 3 perusahaan miliknya, yakni PT Citra Mataram Satriamarga, PT Marga Nurindo Bhakti, dan PT Citra Bhakti Margatama Persada.
Ketiga perusahaan tersebut memiliki utang ke negara masing-masing Rp 191,6 miliar, Rp 471,4 miliar, Rp 6,52 juta dollar AS, dan Rp 14,79 miliar.
Yang berbeda dengan para obligor BLBI lainnya, utang ke negara tersebut tidak disertai dengan jaminan aset.
Jaminan aset atas utang milik Tutut Soeharto disebutkan tidak ada sama sekali, jaminan yang dipakai saat itu hanya berupa SK proyek.
Tutut sejauh ini belum pernah dipanggil langsung oleh Satgas BLBI dalam beberapa waktu terakhir.
2. Bambang Trihatmodjo
Utang Bambang Trhatmodjo kepada negara sebenarnya merupakan piutang yang dialihkan dari Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) ke Kementerian Keuangan.
Utang itu bermula dari penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997.
Putra mantan Presiden Soeharto tersebut itu merupakan ketua konsorsium swasta yang ditunjuk pemerintah Orde Baru menjadi penyelenggara gelaran olahraga antar-negara ASEAN di Jakarta.
Konsorsium mempunyai tugas antara lain menyediakan dana untuk penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997.
Kementerian Sekretariat Negara, menyebutkan saat itu rupanya konsorsium swasta kekurangan dana sehingga harus ditalangi oleh pemerintah sebesar Rp 35 miliar.
Disebutkan, negara saat itu harus menalangi kekurangan dana dari pihak konsorsium swasta sebesar Rp 35 miliar yang akhirnya menjadi utang yang terus ditagih pemerintah hingga saat ini.
Sikapnya menolak membayar utang ke negara, membuat Bambang sempat dicekal keluar negeri oleh Imigrasi sesuai dengan permohonan dari Kementerian Keuangan.
Sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani bertindak sebagai Ketua Tim Panitia Piutang Negara.
3. Tommy Soeharto
Sosok Pangeran Cendana bernama lengkap Hutomo Mandala Putra ini tersandung pinjaman negara dengan total yang ditagihkan pemerintah sebesar Rp 2,6 triliun.
Satgas BLBI memanggil Tommy Soeharto dalam kaitannya sebagai pengurus PT Timor Putra Nasional (TPN). Bersama Tommy, dalam perkara PT Timor Putra Nasional, terdapat nama Ronny Hendrarto Ronowicaksono juga turut dipanggil atas nama pengurus.
PT Timor Putra Nasional beroperasi pada kurun waktu tahun 1996 sampai tahun 2000. Perusahaan ikut terhempas krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998.
Perusahaan ini merupakan perusahaan yang dibentuk dalam rangka proyek mobil nasional (mobnas).
Perusahaan yang sahamnya dimiliki Pangeran Cendana ini lahir setelah terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional yang diteken Presiden Soeharto.
Inpres tersebut meminta Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk secepatnya mewujudkan industri mobil nasional.
Kala itu instruksi Presiden Soeharto tegas, yakni perusahaan milik Tommy Soeharto ini diberikan fasilitas pembebasan PPnBM, pajak yang berkontribusi besar pada tingginya harga mobil di Indonesia.
(*)